Sabtu, 19 Mei 2012

askep faringitis, laringitis dan tonsilitis

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker merupakan mutasi genetic karena DNA sel normal mengalami kerusakan. Perbanyakan sel yang rusak akan berpotensi menghasilkan sel kanker. Kerusakan DNA sel dapat terjadi karena radikal bebas dan zat pemicu kanker (karsinogen). Radikal bebas merupakan molekul yang kehilangan pasangan electron dan berusaha mencuri electron dari sel tubuh. Sedangkan zat karsinogen berasal dari makanan. Zat yang semula prokarsinogen diubah oleh enzim jahat dalam tubuh menjadi zat pemicu kanker.
Jumlah penderita kanker di dunia  setiap tahun bertambah 6,25 juta orang, dua per tiga dari penderita kanker di dunia berada di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Data Departemen Kesehatan menunjukkan jumlah penderita kanker di Indonesia mencapai 6% dari populasi (Padmi, 2008).
1.2 Rumusan masalah
1.2.1      Apa definisi dari faringitis, laringitis dan tonsilitis ?
1.2.2     Apa etiologi dari faringitis, laringitis dan tonsilitis ?
1.2.3      Apa manifestasi klinis dari faringitis, laringitis dan tonsilitis ?
1.2.4     Apa klasifikasi dari faringitis, laringitis dan tonsilitis ?
1.2.5     Bagaimana asuhan keperawatan dari faringitis, laringitis dan tonsilitis?
1.3 Tujuan
1.3.1      Mengetahui definisi dari faringitis, laringitis dan tonsilitis.
1.3.2      Mengetahui etiologi dari faringitis, laringitis dan tonsilitis.
1.3.3      Mengetahui manifestasi klinis dari faringitis, laringitis dan tonsilitis.
1.3.4      Mengetahui klasifikasi dari faringitis, laringitis dan tonsilitis.
1.3.5      Mengetahui asuhan keperawatan dari faringitis, laringitis dan tonsilitis.
1.4 Manfaat
Memberikan pengetahuan tentang penyakit faringitis, laringitis dan tonsillitis.


BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Medis Faringitis
2.1.1   Anatomi
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi servikal ke-6. Ke atas faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan esofagus.panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot. Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung letaknya. Pada nasofaring karena fungsinya untuk respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia. Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak atas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut ini mengandungenzim Lyzozyme yang penting untuk proteksi.
Otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkuler) dan memenjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m.konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar, berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi n.vagus (n.X).otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik rahang, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan. M.stiofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring dipersarafi oleh n.X (Rusmarjono,et.al., 2001).
2.1.2   Definisi
Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok. (Wikipedia.com).
Faringitis adalah radang pada faring yang biasanya disebabkan oleh bakteri dan virus. (Ngastiyah, 2005)
Pengertian faringitis itu sendiri menurut kamus Dorland merupakan peradangan yang terjadi pada daerah faring. Peradangan pada faring yang terjadi karena virus atau bakterialis akut adalah penyakit yang sangat sering terjadi. Yang paling logis untuk mengelompokkan sejumlah infeksi – infeksi ini, adalah dibawah judul yang relatif sederhana, yaitu “faringitis akut”.
2.1.3   Etiologi
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV. Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A, korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae.





2.1.4  
Virus atau Bakteri
Patofisiologi
Ketidak Seimbangan Nutrisi
(Bedrest)
Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Penumpukan Secret
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Lapisan Epitel Dinding Faring
Malaise
Disfagia/Anorexia
Proses Inflamasi
Keterbatasan Informasi
Nyeru akut
Faringitis
Resti Infeksi
Adanya Organisme Infektif
Kurang Pengatahuan (Cemas)
Sakit Tenggoroan
 



















2.1.5   Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari faringitis seperti :
1)     Pada gejala awal penyakit, penderita umumnya merasakan rasa gatal dan kering pada tenggorokannya.
2)    Malaise (kelemahan) dan juga sakit kepala merupakan gejala yang sering ditemukan karena adanya proses peradangan pada faring.
3)     Selain itu, suhu tubuh bisa mengalami sedikit kenaikan (subfebris).
4)    Eksudat (lendir) pada faring menebal (karena pada awal penyakit terjadi peningkatan produksi eksudat). Eksudat ini biasanya sulit untuk dikeluarkan. Untuk mengeluarkannya biasanya dengan batuk.
5)    Suara menjadi parau/serak karena peradangan juga mengenali laring.
6)    Selain itu, biasanya penderita mengalami kesulitan menelan (disfagia) akibat nyeri telan.
7)    Nyeri bisa dirasakan hingga ke telinga.
8)    Pada pemeriksaan akan dijumpai faring yang berwarna kemerahan dan kering.
9)    Pada jaringan limfoid tampak berwarna kemerahan dan bengkak.

Streptococcus group A merupakan bakteri penyebab faringitis akut yang paling sering, kira-kira 15 sampai 30 % kasus pada anak-anak, dan 5 sampai 10 % pada oang dewasa. Biasanya terdapat riwayat infeksi tenggorokan oleh bakteri Streptococcus sebelumnya. Insidensi faringitis yang disebabkan oleh streptococcus meningkat pada musim dingin. Gejala dapat berupa rasa sakit pada tenggorokan, nyeri saat menelan, demam, pusing, nyeri perut, mual dan muntah. Sedangkan tanda-tanda yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring dan tonsil, eksudat pada faring dan tonsil, petechiae palatine, edema uvula, limfadenopati servikalis anterior. Tidak semua pasien didapati dengan semua gejala tersebut, banyak pasien datang dengan gejala yang ringan dan tanpa eksudatif. Anak-anak dibawah tiga tahun dapat disertai coryza dan krusta hidung. Faringitis dengan eksudat jarang terjadi pada umur ini. (Alan, et.al.,2001).
2.1.6   Klasifikasi
Berdasarkan lama berlangsungnya faringitis dibedakan menjadi :
1)     Faringitis akut, adalah radang tenggorok yang disebabkan oleh virus dan bakteri yaitu streptokokus grup A dengan tanda dan gejala mukosa dan tonsil yang masih berwarna merah, malaise, nyeri tenggorok dan kadang disertai demam dan batuk. Faringitis ini terjadinya masih baru, belum berlangsung lama.
2)    Faringitis kronis, radang tenggorok yang sudah berlangsung dalam waktu yang lama, biasanya tidak disertai nyeri menelan, cuma terasa ada sesuatu yang mengganjal di tenggorok. Faringitis kronis umumnya terjadi pada individu dewasa yang bekerja atau tinggal dalam lingkungan berdebu, menggunakan suara berlebihan, menderita batu kronik, dan kebiasan menkonsumsi alcohol dan tembakau.
Faringitis kronik dibagi menjadi 3, yaitu:
a.       Faringitis hipertrofi, ditandai dengan penebalan umum dan kongesti membrane mukosa.
b.      Faringitis atrofi kemungkinan merupakan tahap lanjut dari jenis pertama (membrane tipis, keputihan, licin dan pada waktunya berkerut).
c.       Faringitis granular kronik terjadi pembengkakan folikel limfe pada dinding faring.
2.1.7   Penatalaksanaan
Untuk faringitis virus penanganan dilakukan dengan memberikan aspirin atau asetaminofen cairan dan istirahat baring. Komplikasi seperti sinusitis atau pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri karena adanya nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus sehingga untuk mengatsi komplikasi ini dicadangkan untuk menggunakan antibiotika.
Untuk faringitis bakteri paling baik diobati dengan pemberian penisilin G sebanyak 200.000-250.000 unit, 3-4 kali sehari selama 10 hari. Pemberian obat ini biasanya akan menghasilkan respon klinis yang cepat dengan terjadinya suhu badan dalam waktu 24 jam. Erritromisin atau klindamisin merupakan obat alin dengan hasil memuaskan jika penderita alergi terhadap penisilin. Jika penderita menderita nyeri tenggorokan yang sangat hebat, selain terapi obat, pemberian kompres panas atau dingin pada leher dapat membantu meringankan nyeri. Berkumur-kumur dengan larutan garam hangat dapat pula meringankan gejala nyeri tenggorokan dan hal ini dapat disarankan pada anak-anak yang lebih besar untuk dapat bekerja sama.
2.1.8   Komplikasi
Penyakit ini, jika dibiarkan sampai menjadi berat, dapat menimbulkan radang ginjal (glomerulonefritis akut), demam rematik akut, otitis media (radang telinga bagian tengah), sinusitis, abses peritonsila dan abses retropharynx (radang di sekitar amandel atau bagian belakang tenggorokan yang dapat.
1)      Otitis media purulenta bakterialis
Daerah telinga tengah normalnya adalah steril. Bakteri masuk melalui tube eustacius akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring.
2)      Abses Peritonsiler
Sumber infeksi berasal dari penjalaran faringitis/tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil.
3)      Glomerulus Akut
Infeksi Streptokokus pada daerah faring masuk ke peredaran darah, masuk ke ginjal. Proses autoimun kuman streptokokus yang nefritogen dalam tubuh meimbulkan bahan autoimun yang merusak glomerulus.
4)      Demam Reumatik
Infeksi streptoceal yang awalnya ditandai dengan luka pada tenggorok akan menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada katup-katup jantung, terutama pada katup mitral dan aorta.
5)      Sinusitis
Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung dapat berupa sinusitis maksilaris / frontalis. Sinusitis maksilaris disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan napas bagian atas (salah satunya faringitis), dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kuman tunggal dan dapat juga campuran seperti streptokokus, pneumokokus, hemophilus influenza dan kleb siella pneumoniae.
6)      Meningitis
Infeksi bakteri padadaerah faring yang masuk ke peredaran darah, kemudian masuk ke meningen dapat menyebabkan meningitis.Akan tetapi komplikasi meningitis akibat faringitis jarang terjadi.
2.1.9   Prognosis
Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, namun sangat penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis (Kazzi,at.al.,2006).



2.2Konsep Medis Laringitis
2.2.1   Anatomi
Laring adalah  struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melinduni jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kontak suara yang terdiri atas:
1)     Epiglotis – daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah laring selama menelan.
2)    Glotis – Ostium antara pita suara dalam laring.
3)     Kartilago tiroid – Kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (adams apple).
4)    Kartilago krikoid – Satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam faring (terletak dibawah kartilago tiroid).
5)    Kartilago aritenoid – Digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid.
6)    Pita suara – Ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara, pita suara melekat pada lumen laring
2.2.2   Definisi
Laringitis adalah inflamasi laring (ensiklopedia keperawatan).
Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu banyak digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trachea). Di dalam kotak suara terdapat pita suara—dua buah membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan (http://www.sehatgroup.web.id/).
Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan dan getaran yang terbentuk. Tapi bila terjadi laringitis, pita suara akan meradang atau terjadi iritasi pada pita suara. Pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan terjadinya perubahan suara yang diproduksi oleh udara yang lewat melalui celah diantara keduanya. Akibatnya, suara akan terdengar serak. Pada beberapa kasus laringitis, suara  akan menjadi sangat lemah sehingga tidak terdengar.
Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlansung lama (kronis) lebih dari 3 minggu. Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya iritasi dan peradagnan akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih serius. (http://www.news-medical.net/)
2.2.3   Etiologi
Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara, pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan polutan lainnya, atau sebagai bagian dari infeksi saluran nafas atas. Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang terisolasi yang hanya mengenai pita suara.
Sebagian besar kasus laringitis sementara dipicu oleh infeksi virus atau regangan vokal dan tidak serius. Tapi suara serak kadang-kadang merupakan tanda yang lebih serius dari kondisi medis yang mendasari. Sebagian besar kasus laringitis berakhir kurang dari beberapa minggu dan disebabkan cuaca dingin.
Penyebab yang paling sering adalah infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya common cold). Laringitis juga bisa menyertai bronkitis, pneumonia, influenza, pertusis, campak dan difteri.
1)   Laringitis Akut
Pada laringitis akut biasanya penyebabnya oleh infeksi virus. Infeksi bakteri seperti difteri juga dapat menjadi penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi. Laringitis akut dapat juga terjadi saat anda menderita suatu penyakit atau setelah anda sembuh dari suatu penyakit, seperti selesma, flu atau radang paru-paru (pneumonia). (http://www.klinikindonesia.com/)
a.    Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.
b.   Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca
c.   Pemakaian suara yang berlebihan
d.   Trauma
e.    Bahan kimia
f.    Merokok dan minum-minum alkohol
g.    Alergi
2)   Laringitis Kronik
Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi yang terus menerus terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak merokok atau asam dari perut yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan dan tenggorokan, suatu kondisi yang disebut gastroesophageal reflux disease (GERD).
Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di saluran nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut kronis bila terjadi lebih dari 3 minggu.
Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut berulang, terpapar debu atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak tepat dalam konteks neuromuskular. Merokok dapat menyebabkan edema dan eritema laring. (Abdurrahman MH, 2006,13-20)
3)   Laringitis Kronis Spesifik
Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis tuberkulosis dan laringitis luetika.
a.  Laringitis tuberkulosis
Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis paru. Biasanya pasca pengobatan, tuberkulosis paru sembun tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang melekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik paru sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat berlangsung lama.
Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu :
1)     Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis, dapat mengenai pita suara. Terbentuk tuberkel pada submukosa sehingga tampak bintik berwarna kebiruan. Tuberkel membesar dan beberapa tuberkel berdekatan bersatu sehingga mukosa diatasnya meregang sehingga suatu saat akan pecah dan terbentuk ulkus
2)    Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus diangkat, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri.
3)     Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago laring terutama kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan tulang rawan.
4)    Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.
b.  Laringitis luetika
Radang menahun ini jarang dijumpai dalam 4 stadium lues yang paling berhubungan dengan laringitis kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi pembentukan gumma yang kadang menyerupai keganasan laring. Apabila guma pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu ulkus sangat dalam, bertepi dengan dasar keras, merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus ini tidak nyeri tetapi menjalar cepat









laringitis akut
Laringitis kronis
·         Rhinovirus
·         Parainfluenza virus
·         Adenovirus
·         Virus mumps
·         Varisella zooster virus
·         Penggunaan asma inhaler
·         Penggunaan suara berlebih dalam pekerjaan : Menyanyi, Berbicara dimuka umum Mengajar
·         Alergi
·         Streptococcus grup A
·         Moraxella catarrhalis
·         Gastroesophageal refluks
·         Infeksi bakteri
·         Infeksi tuberkulosis
·         Sifilis
·         Leprae
·         Virus
·         Jamur
·         Actinomycosis
·         Penggunaan suara berlebih
·         Alergi
·         Faktor lingkungan seperti asap, debu
·         Penyakit sistemik : wegener granulomatosis, amiloidosis
·         Alkohol
·         Gatroesophageal refluks

2.2.4   Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh. (Elizabeth J. Corwin 2000 , 432).
Virus/Bakteri
Bahan Kimiawi
Debu/Asap
Iritasi Mukosa Sal. Nafas Atas
Nyeri
Demam
Suhu Tubuh
Merangsang Kelenjar Mucus
Infeksi
Inflamasi
Produksi Mucus Berlebih
Pengeluaran Mediator kimia darah
Gg. Rasa nyaman Nyeri
Menggunakan Suara Berlebihan
Infeksi Sal. Nafas Atas
 













Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Pengeluaran Sputum
Penyumbatan Sal.Nafas
Batuk Hebat
 








2.2.5   Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari laringitis seperti :
1)      Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
2)      Sesak nafas dan stridor.
3)      Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
4)      Gejala radang umum seperti demam, malaise.
5)      Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental.
6)      Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 380C.
7)      Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 380C, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.
8)      Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis, membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru.
9)      Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak. (http://www.news-medical.net/)
a.  Laringitis Akut
Demam, malaise, gelaja rinigaringitis, suara parau sampai afoni, nyeri ketika menelan atau berbicara, rasa kering ditenggorokan, batuk kering yang kelamaan disertau dahak kental, gejala sumbatan laring sampai sianosis.
Pada pemeriksaan, tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan bahwa pita suara. Biasanya tidak terbatas di laring, juga ada tanda radang akut dihitung sinus peranasak, atau paru.



b.  Laringitis Kronik
Suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok sehingga sering mendehem tanpa sekret. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis. Tidak rata, dan menebal. Bila tumor dapat dilakukan biopsi. (www.blogsehat.com)
c.  Laringitis tuberkulosis
Terdapat gejala demam, keringat malam, penurunan berat badan, rasa kering, panas, dan tertekan di daerah laring, suara parau beriminggu-minggu dan pada stadium lanjut dapat afoni, bentuk produktif, gemoptisis, nyeri menelan yang lebih hebat bila gejala-gejala proses aktif pada paru. Dapat timbul sumbatan jalan napas karena edema: tumberkuloma, atau paralysis pita suara.
2.2.6   Klasifikasi
Sesuai dengan stadium dari penyakit, pada laringoskop akan terlihat:
·         Stadium infiltrasi
Mukosa laring membengkak, hiperemis (bagian posterior), dan pucar. Terbentuk tuberkel di daerah submukosa, tampak sebagai bintik-bintik kebiruan. Tuberkel membesar, menyatu sehingga mukosa di atasnya meregang. Bila pecah akan timbul ulkus.
·         Stadium ulserasi
Ulkus membesar, dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan terasa.
·         Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam mengenai kartilago laring, kartilagi aritenoid, dan epiglottis/ terbentuk nanah yang berbau sampai terbentuk sekuester. Keadaan umum pasien sangat buruk, dapat fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara, dan subglotik.
2.2.7  Penatalaksanaan
1)   Laringitis Akut
Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik, menambah kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping yang menyebabkan kekeringan harus dihindari. Penyayi dan para profesional yang mengandalkan suara perlu dinasehati agar membiarkan proses radang mereda sebelum melanjutkan karier mereka. Usaha bernyayi selama proses radang berlangsung dapat mengakibatkan perdarahan pada laring dan perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya. Terapi pada laringitis kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang dapat diatasi, dan latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara. Antibiotik dan terapi singkat steroid dapat mengurangi proses radang untuk sementara waktu, namun tidak bermanfaat untuk rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi obat-obat dengan efek samping juga dapat membantu. Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2 antagonis, pompa proton inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari polutan.  Terapi pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan laring.
Hindari iritasi pada laring dan faring. Untuk terapi mendikamentosa diberikan antibiotic penisilin anak 3 x 0 kg BB dan dewasa 3 x 500 mg. bila alergi dapat diganti eritromisin atau basitrasin. Dan diberikan kortikosteroid untuk mengatasi edema. Dipasang pipa endotrakea atau trakeostomi bila terdapat sumbatan laring.
2)   Laringitis Kronik
Diminta untuk tidak banyak bicara dan mengonati peradangan di hitung, faring, serta bronkus yang mungkin menjadi penyebab. Diberikan antibiotik bila terdapat tanda infeksi dan ekspektoran. Untuk jangka pendek dapat diberikan steroid.
Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan pemajanan rekuren dari iritan. Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling sering memicu laringitis kronis tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus ini, pasien sebaiknya dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan kebiasaan merokok.
3)   Laringitis Tuberkulosis
Pengobatan dengan mengistirahatkan pita suara dan dengan pemberian obat anti nyeri biasanya telah mencukupi. Pemberian obat antituberkulosis primer dan skunder. Pada infeksi bakteri, antibiotik yang tepat harus diberikan.Trakeostomi bila timbul sumbatan jalan napas. (Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, 2003).
2.2.8  Peneriksaan Penunjang
1)     Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2)    Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
3)     Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.
Laringitis Akut
Pemeriksaan apusan dari laring untuk kultur dan uji resistensi pada kasus yang lama atau sering residif.
Laringitis tuberkulosis
Pemeriksaan laboratorium hasil tahan asam dari sputum atau bilasan lambung, foto toraks menunjukkan tanda proses spesifik baru, laringoskopi langsung/tak langsung, dan pemeriksaan PA. (Mansjoer, Arif.1999, 125)
2.2.9   Prognisis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik. (www.blogsehat.com)
2.3 Konsep Medis Tonsilitis
2.3.1   Anatomi
Cincin waldeyer jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatine dan tonsil faringeal (adenoid). Unsure yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, dibawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.
Massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus).
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh :
ü  Lateral   : m. konstriktor faring superior
ü  Anterior          : m. palatoglosus
ü  Posterior         : m. palatofaringeus
ü  Superior : palatum mole
ü  Inferior : tonsillingual
Secara mikroskopik tonil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativun (merupakan sel limfoid)  dan jaringan interfolikel.
2.3.2   Definisi
Tonsil merupakan kumpulan besar jaringan limfoid di belakang faring yang memiliki keaktifan munologik (Ganong, 1998). Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung dan tenggorokan, oleh karena itu, tidak jarang tonsil mengalami peradangan.
Tonsilitis adalah infeksi atau peradangan pada tonsil. Tonsilitis akut merupakan inveksi tonsil yang sifatnya akut, sedangkan tonsillitis kronik merupakan tonsillitis yang terjadi berulang kali (Sjamsuhidayat & Jong, 1997).
2.3.3   Etiologi
Menurut Adams George (1999), tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
1)     Pneumococcus,
2)    Staphilococcus,
3)     Haemalphilus influenza,
4)    Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.

Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus.
1)      Streptococcus B hemoliticus grup A,
2)    Streptococcus viridens,
3)     Streptococcus pyogenes,
4)    Staphilococcus,
5)    Pneumococcus,
6)    Virus,
7)    Adenovirus,
8)    ECHO,
9)    Virus influenza serta herpes.
Menurut Firman S (2006), penyebabnya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis.















2.3.4   Patofisiologi
Bakteri
(dalam udara/ makanan)
Peradangan Tonsil
Prod. Secret
MK : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Tonsilitis
Pembesaran Tonsil
Peningkatan Suhu Tubuh
Benda Asing Di Jalan Nafas
Diprose
MK : Kekurangan Vol. Cairan
Obstruksi Jalan Nafas
Obstruksi Mekanik
MK : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Tonsilektomi
Kekurangan
Pengetahuan
MK : Gg. Rasa Nyaman (Nyeri)
MK :Resiko Kerusakan Menelan
Anoreksia
MK : Resiko Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan
Resiko Perdarahan
Darah Di Saluran Nafas
MK : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Virus
(dalam udara/ makanan)
 























                                                                               


2.3.5   Tanda Dan Gejala
Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama).
Gejala lain :
1)     Demam
2)    Tidak enak badan
3)     Sakit kepala
4)    Muntah
Menurut Mansjoer, A (1999) gejala tonsilitis antara lain :
1)     Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan
2)    Tenggorokan terasa kering
3)     Persarafan bau
4)    Pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus
5)    Tidak nafsu makan
6)    Mudah lelah
7)    Nyeri abdomen
8)    Pucat
9)    Letargi
10)  Nyeri kepala
11)  Disfagia (sakit saat menelan)
12)  Mual dan muntah
Gejala pada tonsillitis akut :
1)     Rasa gatal / kering di tenggorokan
2)    Lesu
3)     Nyeri sendi
4)    Odinafagia
5)    Anoreksia
6)    Otalgia
7)    Suara serak (bila laring terkena)
8)    Tonsil membengkak
Berdasrkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
ü  T0  : Tonsil masuk di dalam fossa
ü  T1  : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
ü  T2  : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
ü  T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
ü  T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
2.3.6   Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis menurut Imam Megantara (2006) :
1)      Tonsillitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus.
2)      Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3)      Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil.
4)      Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.
5)      Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.



2.3.7   Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S, 2006 :
1)      Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
2)      Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
a.       Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
b.      Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
c.       Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
d.      Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis adalah:
1)      Penatalaksanaan tonsilitis akut
a.       Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.
b.      Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
c.       Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
d.      Pemberian antipiretik.
2)      Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a.       Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
b.      Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.




Tonsilektomi menurut Firman S (2006), yaitu :
1)      Perawatan Prabedah
Diberikan sedasi dan premedikasi, selain itu pasien juga harus dipuasakan, membebaskan anak dari infeksi pernafasan bagian atas.
2)      Teknik Pembedahan
Anestesi umum selalu diberikan sebelum pembedahan, pasien diposisikan terlentang dengan kepala sedikit direndahkan dan leher dalam keadaan ekstensi mulut ditahan terbuka dengan suatu penutup dan lidah didorong keluar dari jalan. Penyedotan harus dapat diperoleh untuk mencegah inflamasi dari darah. Tonsil diangkat dengan diseksi/ quillotine.
Metode apapun yang digunakan penting untuk mengangkat tonsil secara lengkap. Perdarahan dikendalikan dengan menginsersi suatu pak kasa ke dalam ruang post nasal yang harus diangkat setelah pembedahan. Perdarahan yang berlanjut dapat ditangani dengan mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar tonsil.
3)      Perawatan Paska-bedah
a.      Berbaring ke samping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
b.      Memantau tanda-tanda perdarahan:
ü  Menelan berulang
ü  Muntah darah segar
ü  Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
c.       Diet
ü  Memberikan cairan bila muntah telah reda
ü  Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih nyaman dari ada kepingan kecil).
ü  Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan).
ü   Menawarkan makanan
ü  Es crem, crustard dingin, sup krim, dan jus.
ü  Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati pada pagi hari setelah perdarahan.
ü  Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar, atau banyak bumbu selama 1 minggu.
ü  Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
ü  Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
ü  Memberikan anakgesik (hindari aspirin)
ü  Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
ü  Minum 2-3 liter/hari sampai bau mulut hilang.
ü  Mengajari pasien mengenal hal berikut
ü  Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung segera selama 1-2 minggu.
ü  Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
ü  Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan ke-8 setelah operasi.
2.3.8   Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu :
1)      Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
2)      Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
3)      Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
4)      Laringitis
5)      Sinusitis
6)      Rhinitis

2.3.9   Pencegahan
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pada diri anak serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak. Selain  itu juga diberikan imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.



























BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 ASKEP FARINGITIS
A. Pengkajian
1.    Identitas Pasien
2.    Keluhan Utama :
a.    Pasien mengatakan nyeri dan merasa tidak nyaman pada daerah leher.
b.   Pasien mengatakan mual dan muntah.
c.   Pasien mengatakan sakit saat menelan.
3.    Riwayat Keperawatan :
a.    Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi: Alasan masuk rumah sakit.
b.   Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami infeksi pada saluran tenggorokan dan pernah menjalani perawatan di RS.
c.   Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.
4.    Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan Umum, yaitu dengan mengobservasi bentuk tubuh, warna kulit, kesadaran, dan kesan umum pasien (saat pertama kali MRS).
b.      Gejala Kardinal, yaitu dengan mengukur TTV (suhu, nadi, tekanan darah, dan respirasi.
c.       Keadaan Fisik, yaitu melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dari kepala sampai anus, tapi lebih difokuskan pada bagian leher.
d.      Pemeriksaan Penunjang, yaitu dari hasil pemeriksaan laboratorium dengan uji kultur dan uji resistensi.
B.  Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi.
2.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan secret.
3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.
4.      Cemas berhubungan dengan hospitalisasi, kesulitan bernapas.
5.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif.
6.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan terbatasnya informasi.
C. Intervensi
1.   DX 1 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri pasien berkurang / hilang dengan kriteria hasil :
a.       Laporkan frekuensi nyeri.
b.      Kaji frekuensi nyeri.
c.       Lamanya nyeri berlangsung.
d.      Ekspresi wajah terhadap nyeri.
e.       Kegelisahan.
f.       Perubahan TTV.
Intervensi
1)     Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab.
2)    Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
3)     Gunakan tindakan lokal (berkumur, menghisap, kompres hangat) untuk mengurangi sakit tenggorok.
4)    Berikan analgetik dengan tepat.
5)    Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
6)    Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery, terapi musik, distraksi).

2.   Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan secret
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :
a.    Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih.
b.   Tidak ada dipsneu.
c.   Sekret dapat keluar.
d.   Mampu batuk efektif.
Intervensi
1)     Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
2)    Auskultasi area paru, catat area penurunan udara.
3)     Bantu pasien latihan nafas dalam dan melakukan batuk efektif.
4)    Berikan posisi semifowler dan pertahankan posisi pasien.
5)    Lakukan penghisapan lendir sesuai indikasi.
6)    Kaji vital sign dan status respirasi.
7)    Kolaborasi pemberian oksigen.
3.   Dx 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status nutrisi pasien terpenuhi dengan Kriteria Hasil:
a.    Mempertahankan pemasukan nutrisi.
b.   Mempertahankan berat badan.
c.   Melaporkan keadekuatan tingkat energi.
d.   Daya tahan tubuh adekuat.
Intervensi
1)     Kaji status nutrisi pasien.
2)    Ketahui makanan kesukaan pasien.
3)     Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering.
4)    Kaji membran mukosa dan turgor kulit setiap hari untuk monitor hidrasi.
5)    Timbang BB pada interval yang tepat.
6)    Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet yang sesuai.
4.   Dx 4 : Cemas berhubungan dengan hospitalisasi, kesulitan bernapas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan  keluarga tidak mengalami kecemasan dengan Kriteria Hasil:
a.    Monitor intensitas kecemasan.
b.   Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas.
c.   Menggunakan strategi koping efektif.
d.   Mencari informasi untuk menurunkan cemas.
e.    Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas.
Intervensi
1)     Tenangkan Klien.
2)    Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan.
3)     Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis, dan tindakan.
4)    Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa sakit.
5)    Instruksikan pasien untuk menggunakan metode/ teknik relaksasi.
5.   Dx 5 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi sekunder dengan Kriteria Hasil:
a.    Mengindikasikan status gastrointestinal, pernapasan, dan imun dalam batas normal.
b.   Terbebas dari tanda dan gejala infeksi.
c.   Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan.
d.   Mampu mengidentifikasi faktor resiko.
Intervensi
1)     Pantau tanda/gejala infeksi (suhu, kulit, suhu tubuh, lesi, kulit, keletihan, malaise).
2)    Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi (usia, tinggkat imun rendah, malnutrisi).
3)     Pertahankan lingkungan aseptik dengan teknik mencuci tangan yang baik.
4)    Berikan diet bergizi sesuai kemampuan anak untuk mengkonsumsi nutrisi untuk mendukung pertahanan tubuh alami.
5)    Instruksikan pada keluarga pasien untuk menjaga hygiene anaknya untuk melindungi tubuh terhadap infeksi.
6)    Kolaborasi: pemberian antibiotic.
6.   Dx 6 : Kurang pengetahuan b.d. keterbatasan informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya bertambah dengan Kriteria Hasil:
a.    Mengenal tentang penyakit.
b.   Menjelaskan proses penyakit.
c.   Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan.
d.   Menjelaskan faktor resiko.
e.    Menjelaskan komplikasi dari penyakit.
f.    Menjelaskan  tanda dan gejala dari penyakit.
Intervensi
1)     Identifikasi pemberi pelayanan keperawatan yang lain.
2)    Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga dalam mengimplementasikan keperawatan setelah penjelasan.
3)     Jelaskan peran keluarga dalam perawatan yang berkesinambungan.
4)    Jelaskan program perawatan medik meliputi; diet, pengobatan, dan latihan.
5)    Jelaskan rencana tindakan keperawatan sebelum mengimplementasikan.
3.2 ASKEP LARINGITIS
A. Pengkajian
1.    Identitas Pasien
2.    Keluhan Utama
a.    Kx mengeluh demam,
b.   mual-muntah,
c.   sesak,
d.   batuk,
e.    pilek,
f.    nyeri menelan dan pada waktu berbicara.
3.    Riwayat Keperawatan
a.       Riwayat Kesehatan Sekarang
Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai terjadi demam, mual, muntah, sesak, bapil, serta nyeri menelan dan pada waktu berbicara.
b.      Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Kx merasa mual, muntah, demam, sesak, batuk, nyeri menelan apakah terdapat hubungan dengan penyakit yang diderita sebelumnya.
c.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Hal ini meliputi tentang bagaimana kesehatan dalam keluarga, apakah anggota keluarga yang menderita penyakit menular.
4.    Pemeriksaan Fisik
a.    Keadaan umum, didapat saat Kx waktu pengkajian misalnya keadaannya, kesadarannya, pemeriksaan TTV.
b.   Pemeriksaan kepala dan leher : Meliputi kebersihan rambut, mukosa bibir kering, wajah Kx pucat dan menyeringai, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau vena jugularis.
c.   Pemeriksaan integumen meluputi warna kulit, turgor kulit, akral.
d.   Pemeriksaan sistem respirasi meliputi frekuensi pernafasan, bentuk dada, pergerakan dada.
e.    Pemeriksaan sistem kardiovaskuler meliputi irama, suara jantung.
f.    Pemeriksan sistem gastrointestinal.
g.    Pada Kx laringitis terjadi penurunan nafsu makan dikarenakan adanya nyeri telan.
h.   Pemeriksaan muskuluskeletal meliputi pergerakan ekstrimitas, terpasang infus ditangan.
i.     Pemeriksaan sistem endokrin : Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya laringitis dalam sistem endokrin.
j.     Pemeriksaan genitauria meliputi tidak adanya dysuria, retensi urin, inkontinennya urin.
k.    Pemeriksaan sistem persarafan pada umumnya motorik dan sensorik terjadi gangguan.
B.  Diagnosa Keperawatan
1.    Resiko terjadi sumbatan jalan nafas berhubungan dengan sesak / penumpukan seret.
2.    Nyeri yang berhubungan dengan iritasi laring sekunder akibat infeksi.
C. Intervensi
1.   Dx 1 : Resiko terjadi sumbatan jalan nafas berhubungan dengan sesak / penumpukan seret.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif dalam waktu ± 3 menit, dengan kriteria hasil :
a.       Sesak berkurang.
b.      Tidak ada suara nafs tambahan.
c.       TTV dalam batas normal.
Intervensi
1)     Lakukan pendekatan.
R/ Dengan dilakukan pendekatan dan mempermudah dalam melakukan tindakan dan membina kepercayaan antara Px dan perawat.
2)    Baringkan Px setengah duduk.
R/ Diharapkan Kx dapat bernafas dan tidak sesak.
3)     Berikan O2.
R/ Diharapkan sesak berkurang.
4)    Kontrolkan jalannya tetasan infus tiap jam dan catatlah dalam catatan khusus pemberian cairan.
R/  Tetesan cairan harus sesuai yang dibutuhkan karena jika berlebihan dapat menambah sesak nafas.
5)    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan.
R/ Mempercepat proses penyembuhan.
2.   Dx 2 : Nyeri yang berhubungan dengan iritasi laring sekunder akibat infeksi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : sakit kepala, nyeri otot dan sendi, perilaku distraksi,gelisah.
Intervensi :
1)      Berikan tindakan nyaman mis : pijtan punggung, perubahan posisi, perbincangan, relaksasi/latihannafas.
R/: Tindakan non analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memeperbesar efek terapi analgetik.
2)      Tawarkan pembersihan mulut dengan sering
R/: Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
3)      Kolaborasi berikan analgesikdanantitusif sesuai indikasi.
R/: Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/ paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan,meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
3.3 ASKEP TONSILITIS
A. Pengkajian
1.    Identitas Pasien
2.    Keluhan Utama
a.    Biasanya kx dengan Adenotonsilitis kronik akan mengalami nyeri telan,
b.   demam,
c.   badan lesu,
d.   nafsu makan berkurang (anorexia),
e.    hidung buntu,
f.    tidur mendengkur.
3.    Riwayat Keperawatan
a.    Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya kx adenotonsilitis mengalami nyeri telan, peningkatan suhu tubuh, anorexia (hilangnya nafsu makan).
b.   Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Sebelumnya kx pernah sakit adenotonsilitis atau tidak, sebelumnya kx pernah masuk rumah sakit atau tidak, nama penyebab penyakitnya.

c.   Riayayat Kesehatan Keluarga
Di keluarga ada yang pernah menderita penyakit adenotonsilitis atau penyakit tertentu (misal : TBC, DM, HT dll).
4.    Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum.
Biasanya kx adenotonsilitis akan mengalami peningkatan suhu, tonsil membengkak dan adanya nyeri tekan.
b.      Kepala dan leher.
Adanya pembengkakan pada tonsil, kemerahan pada tonsil, bibir kering, kriptus melebar dan terisi detritus.
c.       Tingkat kesadaran.
Kx tidak mengalami gangguan kesadaran (compos mentis).
d.      Tingkat respirasi.
Kx tidak sesak (RR 20 kali/menit), tidak menggunakan alat bantu pernafasan, suara nafas tambahan tidak ada.
e.       Sistem thorak dan abdomen.
Tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris, pada nafas teratur, pada daerah abdomen tidak ditemukan nyeri tekan.
f.       Sistem integuman.
Akral hangat, turgor kulit baik, kelembaban kulit baik.
g.       Sistem cardiovaskuler.
Pada pemeriksaan jantung iramnya teratur, tidak didapatkan takikardia mapun bradikardia.
h.      Sistem gastrointestinal.
Lidah kotor, nyeri telan, penurunan nafsu makan.
i.        Sistem muskuluskeletal.
Tidak ada gangguan otot pada anggota gerak.
B.  Diagnosa Keperawatan
1.       Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan (inflamasi).
2.       Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan nyeri tenggorokan.
3.       Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri telan, anorexia.
4.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berdasarkan dengan jalan nafas karena adanya benda asing; produksi secret berlebih.
C. Intervensi
1.       Dx 1 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan (inflamasi).
Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 24 jam suhu tubuh turun dengan kriteria hasil:
a.       Tidak Terjadi Hipertermi.
b.      TTV dalam batas normal.
Intervensi
1)      Moniter tanda-tanda vital.
R/ peningkatkan suhu tubuh menandakan infeksi berlanjut.
2)      Beri kompres dingin pada lipat ketiak, dahi dan belakang kepala.
R/ perpindahan panas secara kenduksi.
3)      Anjurkan pada penderita untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat.
R/ mempercepat proses evaparasi.
4)      Atur ventilasi ruangan dengan baik.
R/ memperlancar sirkulasi udara.
5)      Anjurkan penderita untuk minum sedikit tapi sering.
R/ mempercepat evaparasi.
6)      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti pinetik.
R/ menurunkan hipertermi.
2.       Dx 2 : Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan nyeri tenggorokan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 24 jam Nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
a.    Kx tidak menyeringai kesakitan.
b.   Kx tenang.
c.   Skala nyeri O .
Intervensi
1)     Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif seperti bantu Kx dengan mengontrol kepala.
R/ menetralkan hiperkstensi, membantu mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan menelan.
2)    Letakkan Kx pada posisi / tegak selama dan setelah makan.
R/ menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
3)     Anjurkan Kx untuk makan / minum sedikit tapi sering.
R/ meningkatkan intake cairan dan makanan serta melatih kempuan menelan.
4)    Bila perlu berikan cairan melalui IV dan atau makan selalui selang.
R/ memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika Kx tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
3.       Dx 3 : Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri telan, anorexia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 24 jam Nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil :
a.    Cukup.
b.   Nafsu makan meningkat.
Intervensi
1)     Kaji kemampuan kx untuk mengunyah atau menelan.
R/ faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga kx harus terlindungi dari aspirasi.
2)    Timbang BB sesuai indikasi.
R/ mengevaluasi keefektifab atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
3)     Bersihkan mulut kx sebelum dan sesudah makan.
R/ membersihkan sisa makanan dan memberikan rasa nyaman sehingga nafsu makan meningkat.
4)    Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.
R/ meningkat intake makanan dalam memenuhi kebutuhan tubuh.
5)    Konsultasi dengan ahli gizi.
R/ merupakan sumber efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori / nutrisi tergantung pada usia, BB, keadaan penyakit sekarang.
4.       Dx 4 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berdasarkan dengan jalan nafas karena adanya benda asing; produksi secret berlebih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1 x 24 jam ketidak efektifan jalan nafas dapat diatasi dengan kriteria hasil :
a.    Dupria, Orthopnea, kranosis tidak ada.
b.   Ritme dan frekuensi pernafasan alam batas normal.
c.   Gelisah dapat dikeluarkan.
d.   Tidak ada suara nafas tambahan.
Intervensi
1)     Kajian / pantau frekuensi pernafasan.
R/ Takipnea dapat ditemukan pada penerimaan atau selama adanya proses infeksi akut.
2)    Auskutasi bunyi nafas, cabit adanya bunyi nafas.
R/ Adanya obstruksi jln nafas dapat / tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
3)     Catat adanya dispnea, gelisah, ansiebis distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
R/ Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan dirumah sakit.
4)    Kajian pasien untuk posisi yang nyaman, mis : Peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R/ Peninggian tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
5)    Lakukan oral hygiene dengan teratur.
R/ Oral hygiene dapat mencegah proses infeksi berlanjut dan dapat mengontrol pengeluaran secret.
6)    Bila perlu lakukan suctioning.
R/ Suchoring membantu pengeluaran secret pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan secret secara mandiri melalui bentuk efektif.
7)     Oksigenasi.
R/           Pemberian oksigen dapat membantu klien mencukupi kebutuhan oksigen yang mungkin tidak tercukupi dengan baik akibat obstruksi jalan nafas.


























BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok. (Wikipedia.com).
Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu banyak digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trachea). Di dalam kotak suara terdapat pita suara dua buah membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan.
Tonsilitis adalah infeksi atau peradangan pada tonsil. Tonsilitis akut merupakan inveksi tonsil yang sifatnya akut, sedangkan tonsillitis kronik merupakan tonsillitis yang terjadi berulang kali
4.2Saran
Melalui makalah ini diharapkan :
ü  Para pembaca dan masyarakat mampu memahami dan mengerti tentang penyakit faringitis, laringitis dan tonsilitis ini.
ü  Para tenaga kesehatan mampu memberikan usulan keperawatan kepada pasien secara profesional
ü  Disarankan agar masyarakat mampu menjaga kesehatan dengan menghindari alasan yang bisa mengakibatkan penyakit tersebut.






DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 1. Jakarta: Media Ausculapius.
NANDA. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, ed.4. Jakarta: EGC.
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 3, Jilid I, 2000, FKUI : Media Aesculapius, Jakarta

1 komentar: