Sabtu, 19 Mei 2012

askep ulkus peptikum

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.           Latar Belakang
Siapa pun, dimana pun, kapan pun sepertinya penyakit yang satu ini memang tidak ada matinya. Nyeri di ulu hati adalah tanda khas dari penyakit ini dan gejala ini pasti sering didengar. Lambung sebagai reservoir/lumbung makanan berfungsi menerima makanan/minuman, menggiling, mencampur dan megosongkan makanan ke dalam duodenum. Karena sering berhubungan dengan semua jenis makanan, minuman dan obat-obatan maka lambung akan mengalami iritasi kronis dan menjadi tukak/ulkus. Secara definisi ulkus peptikum adalah rusaknya atau hilangnya jaringan mukosa sampai lamina propria (meluas ke bawah) pada berbagai saluran pencernaan makanan yang terpajan cairan asam lambung, yaitu oesophagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi juga jejunum. Namun, penyakit ini timbul terutama pada duodenum dan lambung.
Hampir sama dengan istilah gastritis yakni peradangan atau inflamasi mukosa lambung, yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Dua jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superfisial akut, dan gastritis atrofik kronik (menahun). Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak (misalnya tukak karena stress). Tukak kronik berbeda dengan tukak akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar tukak.
Tukak gaster tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi berbeda tergantung pada sosial ekonomi, demografi, dijumpai lebih banyak pada pria dan meningkat pada usia lanjut (40-60 tahun) dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam. Insidensi dan rekurensi saat ini menurun sejak ditemukan kuman Helicobacter pylori sebagai penyebab dan dilakukan terapi eradikasi. Secara klinis tukak duodeni lebih sering dijumpai daripada tukak gaster. Namun, pada beberapa negara seperti Jepang dijumpai lebih banyak tukak gaster daripada tukak duodeni. Tukak gaster ukuran lebih besar dan lebih menonjol, sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering/mudah dijumpai dibandingkan tukak duodeni. Insiden pada wanita menyusui cenderung menurun, lalu meningkat saat menopause.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari ulkus peptikum ?
2. Apa etiologi dari ulkus peptikum ?
3. Apa saja manifestasi dari  ulkus peptikum?
4. Apa patogenesis ulkus peptikum ?
5. Apa saja klasifikasi ulkus peptikum ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita ulkus peptikum ?
1.3 Tujuan    
1. Mengetahui definisi dari ulkus peptikum
2. Mengetahui etiologi dari ulkus peptikum
3. Mengetahui manifestasi dari ulkus peptikum
4. Mengetahui patogenesis ulkus peptikum
5. Mengetahui klasifikasi ulkus peptikum
6. Mengetahui asuhan keperawatan pada penderita ulkus peptikum
1.4 Manfaat
Memberikan pengetahuan pada pembaca mengenai ulkus peptikum secara lebih mendalam.









BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Medis
2.1.1         Definisi Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum disbut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada lokasinya.
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ”ulkus” (misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.
2.1.2         Etiologi
Penyebab ulkus peptikum kurang dipahami, meskipun bakteri gram negatif H. Pylori telah sangat diyakini sebagai factor penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Faktor predisposisinya menurut beberapa pendapat mengatakan stress atau marah yang tidak diekspresikan adalah factor predisposisi. Ulkus nampak terjadi pada orang yang cenderung emosional, tetapi apakah ini factor pemberat kondisi, masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga yang juga tampak sebagai factor predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada individu dengan golongan darah lebih rentan daripada individu dengan golongan darah A, B, atau AB. Factor predisposisi lain yang juga dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat antiinflamasi non steroid (NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dengan agens seperti H. Pylori. Adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan usia. Ulkus karena jumlah hormon gastrin yang berlebihan, yang diproduksi oleh tumor(gastrinomas-sindrom zolinger-ellison) jarang terjadi. Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan kondisi penuh stress.
2.1.3         Tanda dan Gejala
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului, antara lain :
1)     perut nyeri, epigastrium klasik dengan keparahan yang berkaitan dengan makan, setelah sekitar 3 jam untuk mengambil makan (ulkus duodenum klasik lega oleh makanan, sedangkan ulkus lambung diperburuk oleh itu);
2)    perut kembung dan kepenuhan;
3)     waterbrash (terburu-buru air liur setelah episode regurgitasi untuk mengencerkan asam dalam esofagus);
4)    mual, dan muntah berlebihan;
5)    kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan;
6)    hematemesis (muntah darah), hal ini dapat terjadi karena pendarahan langsung dari ulkus lambung, atau dari kerusakan esofagus dari muntah yang parah / melanjutkan.
7)    melena (tinggal, tinja berbau busuk karena teroksidasi besi dari hemoglobin);
8)    jarang, maag dapat menyebabkan perforasi lambung atau duodenum, yang menyebabkan peritonitis akut. Hal ini sangat menyakitkan dan membutuhkan operasi segera.
2.1.4         Patogenesis
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Peningkatan konsentrasi atau sekresi lambung dan kerja asam peptin.



Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
1)     Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang signifikan.
2)    Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
3)     Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua factor ini : hipersekresi asam pepsin dan kelemahan barier mukosa lambung
2.1.5         Klasifikasi
Ulkus duodenal
Ulkus Lambung
Insiden
Usia 30-60 tahun
Pria: wanita3:1
Terjadi lebih sering daripada ulkus lambung
Insiden
Biasanya 50 tahun lebih
Pria:wanita 2:1
Tanda dan gejala
Hipersekresi asam lambung
Dapat mengalami penambahan berat badan
Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.
Makan makanan menghilangkan nyeri
Muntah tidak umum
Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus lambung tetapi bila ada milena lebih umum daripada hematemesis.
Lebih mungkin terjadi perforasi daripada ulkus lambung.
Tanda dan gejala
Normal sampai hiposekresi asam lambung
Penurunan berat badan dapat terjadi
Nyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah makan; jarang terbangun pada malam hari; dapat hilang dengan muntah.
Makan makanan tidak membantu dan kadang meningkatkan nyeri.
Muntah umum terjadi
Hemoragi lebih umum terjadi daripada ulkus duodenal, hematemesis lebih umum terjadi daripada melena.


Kemungkinan Malignansi
Jarang
Kemungkinan malignansi
Kadang-kadang
Faktor Risiko
Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress.
Faktor Risiko
Gastritis, alkohol, merokok, NSAID, stres


2.1.6         Komplikasi
Sebagian besar ulkus bisa disembuhkan tanpa disertai komplikasi lanjut. Tetapi pada beberapa kasus, ulkus peptikum bisa menyebabkan komplikasi yang bisa berakibat fatal, seperti penetrasi, perforasi, perdarahan dan obstruksi. Sebuah ulkus dapat menembus dinding otot dari lambung atau duodenum dan sampai ke organ lain yang berdekatan, seperti hati atau pankreas. Hal ini akan menyebabkan nyeri tajam yang hebat dan menetap, yang bisa dirasakan diluar daerah yang terkena (misalnya di punggung, karena ulkus duodenalis telah menembus pankreas). Nyeri akan bertambah jika penderita merubah posisinya. Jika pemberian obat tidak berhasil mengatasi keadaan ini, mungkin perlu dilakukan pembedahan.
http://www.majalah-farmacia.com/images/articles/m/1007.17.jpgPerforasi menyebabkan rasa sakit tiba-tiba, sakit berat dan sakit difus pada perut. Insiden 6-7%, hanya 2-3% mengalami perforasi terbuka ke peritoneum, 10% tanpa keluhan/ tanda perforasi dan 10% disertai perdarahan tukak dengan mortalitas yang meningkat. Insiden perforasi meningkat pada usia lanjut karena proses aterosklerosis dan meningkatnya penggunaan OAINS. Perforasi tukak gaster biasanya ke lobus kiri hati, dapat menimbulkan fistula gastro kolik. Penetrasi adalah suatu bentuk perforasi yang tidak terbuka/tanpa pengeluaran isi lambung karena tertutup oleh omentum/ organ perut di sekitar. Terapi perforasi ialah dekompresi, pemasangan nasogastrik tube, aspirasi cairan lambung terus menerus, pasien dipuasakan, diberi nutrisi parenteral total dan pemberian antibiotika diikuti tindakan operasi.
Perdarahan adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Insiden 15-25%, meningkat pada usia lanjut (>60 tahun) akibat adanya penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS. Gejala dari perdarahan karena ulkus adalah muntah darah segar atau gumpalan coklat kemerahan yang berasal dari makanan yang sebagian telah dicerna, yang menyerupai endapan kopi. Tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah. Dengan endoskopi dilakukan kauterisasi ulkus. Bila sumber perdarahan tidak dapat ditemukan dan perdarahan tidak hebat, diberikan pengobatan dengan antagonis-H2 dan antasid. Pantozol/PPI 2 amp/100 cc NaCl 0,9 drips selama 10 jam secara parenteral selama beberapa hari dapat menurunkan kejadian ulang perdarahan. Penderita juga dipuasakan dan diinfus, agar saluran pencernaan dapat beristirahat. Bila perdarahan hebat atau menetap, dengan endoskopi dapat disuntikkan bahan yang bisa menyebabkan pembekuan. Jika hal ini gagal, diperlukan pembedahan. Pemberian transfusi dengan memperhatikan tanda-tanda hemodinamik TD sistol < 100 mmHg, Hb < 10 gr%, Nadi > 100/menit dan Ht < 30/jam.
Pembengkakan atau jaringan yang meradang di sekitar ulkus atau jaringan parut karena ulkus sebelumnya, bisa mempersempit lubang di ujung lambung atau mempersempit duodenum. Obstruksi bisa permanen akibat fibrosis dari suatu tukak sehingga mekanisme pergerakan antroduodenal terganggu. Penderita akan mengalami muntah berulang, dan seringkali memuntahkan sejumlah besar makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya. Gejala lainnya adalah rasa penuh di perut, perut kembung dan berkurangnya nafsu makan. Lama-lama muntah bisa menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi dan ketidakseimbangan mineral tubuh. Mengatasi ulkus bisa mengurangi penyumbatan, tetapi penyumbatan yang berat memerlukan tindakan endoskopik atau pembedahan. Terapi dengan dekompresi, pasang nasogastrik tube.

2.1.7         Diagnosis
Diagnosis ulkus peptikum ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis berupa dispepsia (sakit dan discomfort), kelainan fisik yang dijumpai, sugesti pasien tukak. Selain itu ditunjang dengan hasil pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi) serta hasil biopsi untuk pemeriksaan tes CLO, histopatologi kuman Hp. Diagnosis banding ulkus peptikum antara lain dispepsia non tukak, dispepsia fungsional, tumor lambung/ saluran cerna atas proksimal, gastro esophageal reflux disease (GERD), penyakit vaskular, penyakit pankreato bilier dan penyakit gastroduodenal Crohn's.
Keuntungan dari endoskopi dibanding radiologi antara lain lesi kecil diameter < 0,5 cm dapat dilihat, dilakukan pembuatan foto dokumentasi adanya ulkus, lesi yang ditutupi oleh gumpalan darah dengan penyemprotan air dapat dilihat dan bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus. Radiologi tidak dapat memastikan apakah suatu ulkus ganas atau tidak, tetapi tidak dapat menentukan adanya kuman Hp sebagai penyebab ulkus. Gambaran radiologi suatu ulkus berupa crater/kawah dengan batas jelas disertai lipatan mukosa yang teratur keluar dari pinggiran ulkus dan niche dan gambaran suatu proses keganasan lambung biasanya dijumpai suatu filling defect. Sementara itu gambaran endoskopi untuk suatu ulkus/tukak jinak berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran tukak. Karena tingginya kejadian keganasan pada tukak gaster (70%) maka dianjurkan untuk dilakukan biopsi dan endoskopi ulang setelah 8-12 minggu terapi eradikasi.
Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa diukur. Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum dilakukannya pembedahan. Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Dengan ditemukannya kuman Helicobacter pylori sebagai etiologi tukak peptik maka dianjurkan pemeriksaan tes CLO, serologi dan UBT dengan biopsi melalui endoskopi.

2.1.8         Pemeriksaan Penunjang
1)     Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal.
2)    Bising usus mungkin tidak ada.
3)     Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.
4)    Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.
5)    Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar.
6)    Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
7)    Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.
2.1.9         Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan ulkus peptikum adalah untuk mengatasi keasaman lambung. Beberapa metode digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan intervensi pembedahan.
1)   Penurunan Stres dan Istirahat. Pasien memerlukan bantuan dalam mengidentifikasi situasi yang penuh stres atau melelahkan. Gaya hidup terburu-buru dan jadwa tidak teratur dapat memperberat gejala dan mempengaruhi keteraturan pola makan dan pemberian obat dalam lingkungan yang rileks.
2)   Penghentian Merokok. Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok menurunkan sekresi bikarbonat dari pancreas ke dalam duodenum. Akibatnya, keasaman duodenum lebih tinggi bila seseorang merokok.
3)   Modifikasi Diet. Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk menghindari sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI. Hal ini dapat diminimalkan dengan menghindari suhu ekstrem dan stimulasi berlebihan  makan ekstrak, alkohol, dan kopi. Selain itu, upaya dibuat untuk menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.
4)   Obat-obatan. Saat ini, obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan ulkus mencakup antagonis reseptor histamin (antagonis reseptor H), yang menurunkan sekresi asam lambung; inhibitor pompa proton, yang juga menurunkan sekresi asam; agen sitoprotektif, yang melindungi sel mukosa dari asam; antasida, antikolinergis, yang menghambat sekresi asam atau kombinasi antibiotik dengan garam bismut untuk menekan bakteri H. pylori.
5)   Intervensi Bedah. Pembedahan biasanya dianjurkan untuk pasien dengan ulkus yang tidak sembuh (yang gagal sembuh setelah 12 sampai 16 minggu pengobatan medis), hemoragi yang mengancam hidup, perforasi, atau obstruksi. Prosedur pembedahan mencakup vagotomi, vagotomi dengan piloroplasti, atau Biilroth I atau II.
2.1.10Pengobatan
Salah satu segi pengobatan ulkus duodenalis atau ulkus gastrikum adalah menetralkan atau mengurangi keasaman lambung. Proses ini dimulai dengan menghilangkan iritan lambung (misalnya obat anti peradangan non-steroid, alkohol dan nikotin). Makanan lunak/cair tidak lebih baik daripada makanan biasa karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam lambung. Penderita hendaknya menghindari makanan yang tampaknya menyebabkan semakin memburuknya nyeri dan perut kembung seperti cabai, makanan yang asam atau merangsang, walaupun belum didapat bukti keterkaitannya.
Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi dapat memperlambat kesembuhan luka tukak serta meningkatkan angka kematian karena efek peningkatan kekambuhan penyakit saluran pernapasan, PPOK dan penyakit jantung koroner. Air jeruk yang asam, minuman soda, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah sekresi asam lambung dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan tukak dan sebaiknya diminum jangan sewaktu perut kosong. Perubahan gaya hidup dan pekerjaan kadang-kadang menimbulkan kekambuhan penyakit tukak.
Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan/simtom (sakit atau dispepsia), menyembuhkan/ memperbaiki kesembuhan tukak, mencegah kekambuhan/ rekurensi tukak dan mencegah komplikasi. Walaupun tukak gaster atau tukak duodeni sedikit berbeda dalam patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Tukak gaster biasanya ukurannya lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi yang lebih lama.
Secara umum pasien tukak dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah sakit. Stress dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit tukak. Walaupun masih ada silang pendapat mengenai hubungan stress dengan asam lambung, sebaiknya pasien hidup tenang dan menerima stress dengan wajar.
Secara klinis pasien dengan keluhan dyspepsia (tidak mempunyai symptom alarm dan usia dibawah 45 tahun) dapat dilakukan terapi empiris. Dismotilitas like, keluhan cepat kenyang/ rasa penuh diberi prokinetik, antasida, ARH2/PPI. Refluks like, rasa terbakar ulu hati diberi prokinetik PPI/ dosis ganda. Ulcer like, keluhan nyeri, muntah sakit tengah malam/ HPFR diberi PPI/ARH2. Pada kasus infeksi Helicobacter pylori dapat diberi regimen terapi PPI 2x1 + amoksisilin 2x1000 + klaritromisin 2x500 atau PPI 2x1 + metronidazol 3x500 + klaritromisin 2x500 atau PPI 2x1 + metronidazol 3x500 + amoksisilin 2x1000 atau PPI 2x1 + metronidazol 3x500 + tetrasiklin 4x500.
Tukak stress sering dijumpai pada kasus-kasus berat yang dirawat di UGD, biasanya akibat luka bakar/ Curling's ulcer, juga pada pasien gangguan sirkulasi otak atau operasi otak/ Cushing's ulcer. Bagaimana mekanisme timbulnya tukak stress ini masih belum jelas, kemungkinan akibat kurang baiknya sirkulasi darah ke lambung/ renjatan, pengaruh garam empedu dan malnutrisi. Tidak dijumpai adanya hipersekresi asam lambung dan luka biasanya sembuh dalam beberapa hari. Dijumpai erosi yang multipel pada daerah fundus dan korpus lambung yang biasanya tanpa keluhan/asimtomatik. Kadang-kadang disertai hematemesis atau melena.






























BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Konsep Keperawatan
3.1.1Pengkajian
1.    Identitas Pasien
2.    Keluhan Utama : Nyeri pada abdomen (lambung)
3.    Riwayat Penyakit Sekarang :
a.    Adanya nyeri perut (lambung) setelah makan atau sebelum makan
b.   Terasa mual dan muntah setelah makan
c.   Muntah darah
d.   Terasa panas pada abdomen
4.    Riwayat Kesehatan Lalu
a.    Adanya riwayat penyakit gastritis
5.    Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah keluarga yang pernah menderita ulkus peptikum (herediter)
6.    Pemeriksaan fisik
1)     Keadaan Umum
GCS : Ciri tubuh : kulit, rambut, postur tubuh.
Tanda vital : nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernafasan.
2)    Head to toe
a.    Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, distribusi, warna, kulit kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
b.   Wajah
Inspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
c.   Mata
Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva, pupil.
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva, warna mukosasclera.
d.   Hidung
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret.
Palpasi : nyeri tekan pada hidung.
e.    Mulut
Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut, bentuk gigi.
Palpasi : nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi.
f.    Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit pada leher.
Palpasi : nyeri tekan pada leher.
g.    Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeritekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru, ada / tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara napas.
h.   Payudara dan ketiak 
Inspeksi : bentuk, benjolan.
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan.
i.     Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen.
Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien.
Perkusi : batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya pnimbunan cairan diperut.
j.     Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna rambut kelamin, benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat kelamin.
k.    Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan.
Palpasi : nyeri tekan pada kulit.
l.     Ekstremitas Atas
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan.
Palpasi : nyeri tekan.

m.  Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : warna kulit, bentuk kaki.
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot.
3.1.2         Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri (kronis) berhubungan dengan lesi sekunder terhadap peningkatan sekresi lambung.
2.    Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi normal saluran pencernaan sekunder terhadap pilorostenosis.
3.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap ulkus peptikum.
3.1.3Intrevensi
Dx : Nyeri (kronis) berhubungan dengan lesi sekunder terhadap peningkatan sekresi lambung.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri berkurang/hilang dengan kriteria hasil :
Klien akan melaporkan nyerinya hilang. Tampak rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a.    dorong klien untuk melaporkan adanya nyeri.
R/ mencoba untuk mentoleransi nyeri, daripada meminta analgetik.
b.   Kaji laporan nyeri: catat lokasi, durasi, intensitas, bahasa non verbal klien.
R/ perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit atau terjadinya komlikasi.
c.   Kaji ulang faktor-faktor yang mencetuskan atau menghilangkan rasa nyeri.
R/ dapat menunjukkan dengan tepat factor pencetus / pemberat (seperti kejadian stress, tidak toleran terhadap makanan) atau menidentifikasi terjadinya komlikasi.
d.   Anjurkan klien untuk istirahat dengan posisi yang nyaman (missal: lutut fleksi).
R/ menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa control.
e.    Berikan atau anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
R/ meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
f.    Kolaborasi dokter dalam pemberikan obat:
·         Cimetidine à pendhambat histamine H2, menurunkan produksi asam gaster, meningkatkan pH gaster dan menurunkan iritasi pada mukosa gaster, penting untuk penyembuhandan pencegahan lesi.
·         Antasida à untuk mempertahankan pH gaster pada tingkat 4,5.
·         Belladona à antikolinergik dapat menurunkan motilitas gaster.
Dx : Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi normal saluran pencernaan sekunder terhadap pilorostenosis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keerawatan selama 3x24 jam nutrisi pasien membaik dengan kriteria hasil :
Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi individual, menunjukkan prilaku mempertahankan nutrisi adekuat.
Intervensi :
a.    Timbang badan tiap hari.
R/ memberikan informasi tentang kebutuhan diet / keefektifan therapy.
b.   Anjurkan pada klien untuk tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase sakit.
R/ menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
c.   Batasi makanan yang dapat menyebabkan timbulnya nyeri (makanan yang mengandung gas, asam, dll)
R/ mencegah exsaserbal gejala.
d.   Anjurkan pada klien untuk makan dengan porsi kecil tapi sering.
R/ untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung.
e.    Kolaborasi dengan tim medis untuk dan ahli gizi tentang:
·         Pemberrian vit B12 untuk meningkatkan nafsu makan pada klien yang mengalami penurunan berat bada
·         Kebutuhan harian yang realistis dan adekuat.
Dx : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap ulkus peptikum.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam volume cairan kembali normal dengan kriteria hasil :
Klien menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan dengan haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat.
Intrevensi :
a.    monitor tanda vital : bandingkan dengan hasil normal klien / sebelumnya. Ukur tekanan darah dengan posisi duduk, berbaring, berdiri bila mungkin.
R/perubahan tekanan darah dannadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah (missal tekanan darah kurang dari 90 mmHg dan nadi lebih dari 110 mmHg diduga 25% penurunan volume atau kurang lebih 1000 ml )Hipotensi procedural menunjukkan penurunan volume sirsulasi.
b.   Monitor intake dan output dan hubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah / cairan melalui muntah, keringat, urine dan defekasi.
R/ memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
c.   Pertahankan tirah baring: mencegah muntah dan tegangan saat defekasi.
R/ aktifitas/ muntah meningkatkan tekanan intra abdominal dan dapat mencetuskan perdarahan lebih lanjut.
d.   Tinggikan kepala tempat tidur saat / selama pemberiaan antasida.
R/ mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida dimana dapat memyebabkan komlikasiparu yang serius.
e.    Hindarkan dari kafein dan minuman karbonat.
R/ kafein dan minuman karbonat merangsang produksi HCL kemungkinan potensial perdarahan ulang.
f.    Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan cairan / darah, obat sesuai indikasi:
R/ penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan (akut atau kronsi). Tambahkan volume (albumin) dapat infuskan sampai golongan darah dan pencocokan silang dapat diselesaikan dan tranfusi darah dimulai. Kurang lebih 80-90 % perdarahan gaster dikontrol oleh resusitasi cairan dan management medik.



























BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.    Ulkus peptikum mengacu pada rusaknya lapisan mukosa dibagian mana saja di saluran gastro intestinal, tetapi biasanya di lambung atau duodenum.
2.    Gejala yang sering muncul pada ulkus peptikum yaitu nyeri, muntah, konstipasi dan perdarahan.
4.2Saran
1.      Untuk mencapai asuhan keparawatan dalam merawat klien, pendekatan dalam proses keperawatan harus dilaksanakan sedacara sistematis.
2.      Pelayanan keperawatan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan tetap memperhatikan dan menjaga privacy klien.
3.      Perawat hendaknya selalu menjalin hubungan kerjasama yang baik/ kolaborasi baik kepada teman sejawat, dokter atau para medis lainnya dalam hal pelaksanaan Asuhan Keperawatan maupun dalam hal pengobatan kepada klien agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.















DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn,E.2000 Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3,Jakarta;EGC
Mansjoer, Arief dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jilid I;Jakarta F.K.U.I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar