BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Siapa pun, dimana pun, kapan pun sepertinya penyakit yang
satu ini memang tidak ada matinya. Nyeri di ulu hati adalah tanda khas dari
penyakit ini dan gejala ini pasti sering didengar. Lambung sebagai
reservoir/lumbung makanan berfungsi menerima makanan/minuman, menggiling,
mencampur dan megosongkan makanan ke dalam duodenum. Karena sering berhubungan
dengan semua jenis makanan, minuman dan obat-obatan maka lambung akan mengalami
iritasi kronis dan menjadi tukak/ulkus. Secara definisi ulkus peptikum adalah
rusaknya atau hilangnya jaringan mukosa sampai lamina propria (meluas ke bawah)
pada berbagai saluran pencernaan makanan yang terpajan cairan asam lambung,
yaitu oesophagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi juga
jejunum. Namun, penyakit ini timbul terutama pada duodenum dan lambung.
Hampir sama dengan istilah gastritis yakni peradangan atau
inflamasi mukosa lambung, yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Dua jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superfisial akut, dan
gastritis atrofik kronik (menahun). Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai
ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak
(misalnya tukak karena stress). Tukak kronik berbeda dengan tukak akut, karena
memiliki jaringan parut pada dasar tukak.
Tukak gaster tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi
berbeda tergantung pada sosial ekonomi, demografi, dijumpai lebih banyak pada
pria dan meningkat pada usia lanjut (40-60 tahun) dan kelompok sosial ekonomi
rendah dengan puncak pada dekade keenam. Insidensi dan rekurensi saat ini
menurun sejak ditemukan kuman Helicobacter pylori sebagai penyebab dan
dilakukan terapi eradikasi. Secara klinis tukak duodeni lebih sering dijumpai
daripada tukak gaster. Namun, pada beberapa negara seperti Jepang dijumpai
lebih banyak tukak gaster daripada tukak duodeni. Tukak gaster ukuran lebih
besar dan lebih menonjol, sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering/mudah
dijumpai dibandingkan tukak duodeni. Insiden pada wanita menyusui cenderung
menurun, lalu meningkat saat menopause.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi
dari ulkus peptikum ?
2. Apa etiologi dari
ulkus peptikum ?
3. Apa saja manifestasi
dari ulkus peptikum?
4. Apa patogenesis
ulkus peptikum ?
5. Apa saja klasifikasi ulkus peptikum
?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada
penderita ulkus peptikum ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
definisi dari ulkus peptikum
2. Mengetahui
etiologi dari ulkus peptikum
3. Mengetahui
manifestasi dari ulkus peptikum
4. Mengetahui
patogenesis ulkus peptikum
5. Mengetahui klasifikasi ulkus
peptikum
6. Mengetahui asuhan keperawatan pada
penderita ulkus peptikum
1.4 Manfaat
Memberikan
pengetahuan pada pembaca mengenai ulkus peptikum secara lebih mendalam.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Konsep
Medis
2.1.1
Definisi Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang
terbentuk dalam dinding mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus
peptikum disbut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung
pada lokasinya.
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung
yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai
ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ”ulkus”
(misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak
pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu
esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.
2.1.2
Etiologi
Penyebab ulkus peptikum kurang dipahami, meskipun bakteri
gram negatif H. Pylori telah sangat diyakini sebagai factor penyebab. Diketahui
bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang terpajan pada asam
hidrochlorida dan pepsin. Faktor predisposisinya menurut beberapa pendapat
mengatakan stress atau marah yang tidak diekspresikan adalah factor
predisposisi. Ulkus nampak terjadi pada orang yang cenderung emosional, tetapi
apakah ini factor pemberat kondisi, masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga
yang juga tampak sebagai factor predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya
ditemukan pada individu dengan golongan darah lebih rentan daripada individu
dengan golongan darah A, B, atau AB. Factor predisposisi lain yang juga
dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat antiinflamasi
non steroid (NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dengan
agens seperti H. Pylori. Adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan usia. Ulkus
karena jumlah hormon gastrin yang berlebihan, yang diproduksi oleh
tumor(gastrinomas-sindrom zolinger-ellison) jarang terjadi. Ulkus stress dapat
terjadi pada pasien yang terpajan kondisi penuh stress.
2.1.3
Tanda dan Gejala
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari,
minggu, atau beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat
kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu
mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa
adanya manifestasi yang mendahului, antara lain :
1)
perut nyeri, epigastrium klasik dengan
keparahan yang berkaitan dengan makan, setelah sekitar 3 jam untuk mengambil
makan (ulkus duodenum klasik lega oleh makanan, sedangkan ulkus lambung
diperburuk oleh itu);
2)
perut kembung dan kepenuhan;
3)
waterbrash (terburu-buru air liur
setelah episode regurgitasi untuk mengencerkan asam dalam esofagus);
4)
mual, dan muntah berlebihan;
5)
kehilangan nafsu makan dan penurunan
berat badan;
6)
hematemesis (muntah darah), hal ini
dapat terjadi karena pendarahan langsung dari ulkus lambung, atau dari
kerusakan esofagus dari muntah yang parah / melanjutkan.
7)
melena (tinggal, tinja berbau busuk
karena teroksidasi besi dari hemoglobin);
8)
jarang, maag dapat menyebabkan
perforasi lambung atau duodenum, yang menyebabkan peritonitis akut. Hal ini
sangat menyakitkan dan membutuhkan operasi segera.
2.1.4
Patogenesis
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena
jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam
hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan
konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan
normal dari mukosa. Peningkatan konsentrasi atau sekresi
lambung dan kerja asam peptin.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
1)
Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti
pandangan, bau atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral
yang pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak
menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah
yang menyebabkan makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien
dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa
diet saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan
ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong
adalah iritan yang signifikan.
2)
Fase
lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari
rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks
vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh
makanan.
3)
Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon
(dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam
lambung. Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan
mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus
ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida
disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme
neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila
asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar
mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin
akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil
permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang
tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah
pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi
lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai
darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel.
Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari
dua factor ini : hipersekresi asam pepsin dan kelemahan
barier mukosa lambung
2.1.5
Klasifikasi
Ulkus duodenal
|
Ulkus Lambung
|
Insiden
Usia 30-60 tahun
Pria: wanita3:1
Terjadi lebih sering daripada ulkus
lambung
|
Insiden
Biasanya 50 tahun lebih
Pria:wanita 2:1
|
Tanda dan gejala
Hipersekresi asam lambung
Dapat mengalami penambahan berat
badan
Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan;
sering terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.
Makan makanan menghilangkan nyeri
Muntah tidak umum
Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus
lambung tetapi bila ada milena lebih umum daripada hematemesis.
Lebih mungkin terjadi perforasi
daripada ulkus lambung.
|
Tanda dan gejala
Normal sampai hiposekresi asam
lambung
Penurunan berat badan dapat terjadi
Nyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah
makan; jarang terbangun pada malam hari; dapat hilang dengan muntah.
Makan makanan tidak membantu dan
kadang meningkatkan nyeri.
Muntah umum terjadi
Hemoragi lebih umum terjadi daripada
ulkus duodenal, hematemesis lebih umum terjadi daripada melena.
|
Kemungkinan Malignansi
Jarang
|
Kemungkinan malignansi
Kadang-kadang
|
Faktor Risiko
Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal
kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress.
|
Faktor Risiko
Gastritis, alkohol, merokok, NSAID,
stres
|
2.1.6
Komplikasi
Sebagian besar ulkus bisa disembuhkan tanpa disertai
komplikasi lanjut. Tetapi pada beberapa kasus, ulkus peptikum bisa menyebabkan
komplikasi yang bisa berakibat fatal, seperti penetrasi, perforasi, perdarahan
dan obstruksi. Sebuah ulkus dapat menembus dinding otot dari lambung atau
duodenum dan sampai ke organ lain yang berdekatan, seperti hati atau pankreas.
Hal ini akan menyebabkan nyeri tajam yang hebat dan menetap, yang bisa
dirasakan diluar daerah yang terkena (misalnya di punggung, karena ulkus
duodenalis telah menembus pankreas). Nyeri akan bertambah jika penderita
merubah posisinya. Jika pemberian obat tidak berhasil mengatasi keadaan ini,
mungkin perlu dilakukan pembedahan.
Perforasi menyebabkan rasa sakit
tiba-tiba, sakit berat dan sakit difus pada perut. Insiden 6-7%, hanya 2-3%
mengalami perforasi terbuka ke peritoneum, 10% tanpa keluhan/ tanda perforasi
dan 10% disertai perdarahan tukak dengan mortalitas yang meningkat. Insiden
perforasi meningkat pada usia lanjut karena proses aterosklerosis dan
meningkatnya penggunaan OAINS. Perforasi tukak gaster biasanya ke lobus kiri
hati, dapat menimbulkan fistula gastro kolik. Penetrasi adalah suatu bentuk
perforasi yang tidak terbuka/tanpa pengeluaran isi lambung karena tertutup oleh
omentum/ organ perut di sekitar. Terapi perforasi ialah dekompresi, pemasangan
nasogastrik tube, aspirasi cairan lambung terus menerus, pasien dipuasakan,
diberi nutrisi parenteral total dan pemberian antibiotika diikuti tindakan
operasi.
Perdarahan adalah komplikasi yang paling sering terjadi.
Insiden 15-25%, meningkat pada usia lanjut (>60 tahun) akibat adanya
penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS. Gejala dari perdarahan
karena ulkus adalah muntah darah segar atau gumpalan coklat kemerahan yang
berasal dari makanan yang sebagian telah dicerna, yang menyerupai endapan kopi.
Tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah. Dengan endoskopi dilakukan
kauterisasi ulkus. Bila sumber perdarahan tidak dapat ditemukan dan perdarahan
tidak hebat, diberikan pengobatan dengan antagonis-H2 dan antasid. Pantozol/PPI
2 amp/100 cc NaCl 0,9 drips selama 10 jam secara parenteral selama beberapa
hari dapat menurunkan kejadian ulang perdarahan. Penderita juga dipuasakan dan
diinfus, agar saluran pencernaan dapat beristirahat. Bila perdarahan hebat atau
menetap, dengan endoskopi dapat disuntikkan bahan yang bisa menyebabkan
pembekuan. Jika hal ini gagal, diperlukan pembedahan. Pemberian transfusi
dengan memperhatikan tanda-tanda hemodinamik TD sistol < 100 mmHg, Hb <
10 gr%, Nadi > 100/menit dan Ht < 30/jam.
Pembengkakan atau jaringan yang meradang di sekitar ulkus
atau jaringan parut karena ulkus sebelumnya, bisa mempersempit lubang di ujung
lambung atau mempersempit duodenum. Obstruksi bisa permanen akibat fibrosis
dari suatu tukak sehingga mekanisme pergerakan antroduodenal terganggu.
Penderita akan mengalami muntah berulang, dan seringkali memuntahkan sejumlah
besar makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya. Gejala lainnya adalah rasa
penuh di perut, perut kembung dan berkurangnya nafsu makan. Lama-lama muntah
bisa menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi dan ketidakseimbangan mineral
tubuh. Mengatasi ulkus bisa mengurangi penyumbatan, tetapi penyumbatan yang
berat memerlukan tindakan endoskopik atau pembedahan. Terapi dengan dekompresi,
pasang nasogastrik tube.
2.1.7
Diagnosis
Diagnosis ulkus peptikum ditegakkan berdasarkan pengamatan
klinis berupa dispepsia (sakit dan discomfort), kelainan fisik yang
dijumpai, sugesti pasien tukak. Selain itu ditunjang dengan hasil pemeriksaan
penunjang (radiologi dan endoskopi) serta hasil biopsi untuk pemeriksaan tes
CLO, histopatologi kuman Hp. Diagnosis banding ulkus peptikum antara lain dispepsia
non tukak, dispepsia fungsional, tumor lambung/ saluran cerna atas proksimal, gastro
esophageal reflux disease (GERD), penyakit vaskular, penyakit pankreato
bilier dan penyakit gastroduodenal Crohn's.
Keuntungan dari endoskopi dibanding radiologi antara lain
lesi kecil diameter < 0,5 cm dapat dilihat, dilakukan pembuatan foto
dokumentasi adanya ulkus, lesi yang ditutupi oleh gumpalan darah dengan
penyemprotan air dapat dilihat dan bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan
karena ulkus. Radiologi tidak dapat memastikan apakah suatu ulkus ganas atau
tidak, tetapi tidak dapat menentukan adanya kuman Hp sebagai penyebab ulkus.
Gambaran radiologi suatu ulkus berupa crater/kawah dengan batas jelas
disertai lipatan mukosa yang teratur keluar dari pinggiran ulkus dan niche
dan gambaran suatu proses keganasan lambung biasanya dijumpai suatu filling
defect. Sementara itu gambaran endoskopi untuk suatu ulkus/tukak jinak
berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal disertai
lipatan yang teratur keluar dari pinggiran tukak. Karena tingginya kejadian
keganasan pada tukak gaster (70%) maka dianjurkan untuk dilakukan biopsi dan
endoskopi ulang setelah 8-12 minggu terapi eradikasi.
Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan
lambung dihisap secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam
bisa diukur. Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang
atau sebelum dilakukannya pembedahan. Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan
adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah bisa menentukan adanya anemia akibat
perdarahan ulkus. Dengan ditemukannya kuman Helicobacter pylori sebagai
etiologi tukak peptik maka dianjurkan pemeriksaan tes CLO, serologi dan UBT
dengan biopsi melalui endoskopi.
2.1.8
Pemeriksaan Penunjang
1)
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan
adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal.
2)
Bising usus mungkin tidak ada.
3)
Pemeriksaan dengan barium terhadap
saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur
diagnostic pilihan.
4)
Endoskopi GI atas digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa
dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui
dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X
karena ukuran atau lokasinya.
5)
Feces dapat diambil setiap hari sampai
laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar.
6)
Pemeriksaan sekretori lambung merupakan
nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam
hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang
hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga
mengidentifikasikan adanya ulkus.
7)
Adanya H. Pylory dapat ditentukan
dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes
laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H.
Pylori.
2.1.9
Penatalaksanaan
Sasaran
penatalaksanaan ulkus peptikum adalah untuk mengatasi keasaman lambung.
Beberapa metode digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk perubahan
gaya hidup, obat-obatan, dan intervensi pembedahan.
1) Penurunan
Stres dan Istirahat. Pasien memerlukan bantuan dalam
mengidentifikasi situasi yang penuh stres atau melelahkan. Gaya hidup
terburu-buru dan jadwa tidak teratur dapat memperberat gejala dan mempengaruhi
keteraturan pola makan dan pemberian obat dalam lingkungan yang rileks.
2) Penghentian
Merokok. Penelitian telah menunjukkan bahwa
merokok menurunkan sekresi bikarbonat dari pancreas ke dalam duodenum.
Akibatnya, keasaman duodenum lebih tinggi bila seseorang merokok.
3) Modifikasi
Diet. Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk
menghindari sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI. Hal ini
dapat diminimalkan dengan menghindari suhu ekstrem dan stimulasi
berlebihan makan ekstrak, alkohol, dan kopi. Selain itu, upaya dibuat
untuk menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.
4) Obat-obatan.
Saat ini, obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan ulkus
mencakup antagonis reseptor histamin (antagonis reseptor H₂),
yang menurunkan sekresi asam lambung; inhibitor pompa proton, yang juga
menurunkan sekresi asam; agen sitoprotektif, yang melindungi sel mukosa dari
asam; antasida, antikolinergis, yang menghambat sekresi asam atau kombinasi
antibiotik dengan garam bismut untuk menekan bakteri H. pylori.
5) Intervensi
Bedah. Pembedahan biasanya dianjurkan untuk pasien dengan ulkus
yang tidak sembuh (yang gagal sembuh setelah 12 sampai 16 minggu pengobatan
medis), hemoragi yang mengancam hidup, perforasi, atau obstruksi. Prosedur
pembedahan mencakup vagotomi, vagotomi dengan piloroplasti, atau Biilroth I
atau II.
2.1.10Pengobatan
Salah satu segi pengobatan ulkus duodenalis atau ulkus
gastrikum adalah menetralkan atau mengurangi keasaman lambung. Proses ini
dimulai dengan menghilangkan iritan lambung (misalnya obat anti peradangan
non-steroid, alkohol dan nikotin). Makanan lunak/cair tidak lebih baik daripada
makanan biasa karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam lambung.
Penderita hendaknya menghindari makanan yang tampaknya menyebabkan semakin
memburuknya nyeri dan perut kembung seperti cabai, makanan yang asam atau
merangsang, walaupun belum didapat bukti keterkaitannya.
Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung
tetapi dapat memperlambat kesembuhan luka tukak serta meningkatkan angka
kematian karena efek peningkatan kekambuhan penyakit saluran pernapasan, PPOK
dan penyakit jantung koroner. Air jeruk yang asam, minuman soda, bir, kopi
tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah
sekresi asam lambung dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan tukak dan
sebaiknya diminum jangan sewaktu perut kosong. Perubahan gaya hidup dan
pekerjaan kadang-kadang menimbulkan kekambuhan penyakit tukak.
Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan/simtom (sakit
atau dispepsia), menyembuhkan/ memperbaiki kesembuhan tukak, mencegah
kekambuhan/ rekurensi tukak dan mencegah komplikasi. Walaupun tukak gaster atau
tukak duodeni sedikit berbeda dalam patofisiologi tetapi respon terhadap terapi
sama. Tukak gaster biasanya ukurannya lebih besar, akibatnya memerlukan waktu
terapi yang lebih lama.
Secara umum pasien tukak dianjurkan pengobatan rawat jalan,
bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah
sakit. Stress dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan
penyakit tukak. Walaupun masih ada silang pendapat mengenai hubungan stress
dengan asam lambung, sebaiknya pasien hidup tenang dan menerima stress dengan
wajar.
Secara klinis pasien dengan keluhan dyspepsia (tidak
mempunyai symptom alarm dan usia dibawah 45 tahun) dapat dilakukan terapi
empiris. Dismotilitas like, keluhan cepat kenyang/ rasa penuh diberi
prokinetik, antasida, ARH2/PPI. Refluks like, rasa terbakar ulu hati
diberi prokinetik PPI/ dosis ganda. Ulcer like, keluhan nyeri, muntah
sakit tengah malam/ HPFR diberi PPI/ARH2. Pada kasus infeksi Helicobacter
pylori dapat diberi regimen terapi PPI 2x1 + amoksisilin 2x1000 +
klaritromisin 2x500 atau PPI 2x1 + metronidazol 3x500 + klaritromisin 2x500
atau PPI 2x1 + metronidazol 3x500 + amoksisilin 2x1000 atau PPI 2x1 +
metronidazol 3x500 + tetrasiklin 4x500.
Tukak stress sering dijumpai pada kasus-kasus berat yang
dirawat di UGD, biasanya akibat luka bakar/ Curling's ulcer, juga pada
pasien gangguan sirkulasi otak atau operasi otak/ Cushing's ulcer.
Bagaimana mekanisme timbulnya tukak stress ini masih belum jelas, kemungkinan
akibat kurang baiknya sirkulasi darah ke lambung/ renjatan, pengaruh garam
empedu dan malnutrisi. Tidak dijumpai adanya hipersekresi asam lambung dan luka
biasanya sembuh dalam beberapa hari. Dijumpai erosi yang multipel pada daerah
fundus dan korpus lambung yang biasanya tanpa keluhan/asimtomatik.
Kadang-kadang disertai hematemesis atau melena.
BAB
3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Konsep
Keperawatan
3.1.1Pengkajian
1.
Identitas
Pasien
2.
Keluhan
Utama : Nyeri pada abdomen (lambung)
3.
Riwayat
Penyakit Sekarang :
a.
Adanya
nyeri perut (lambung) setelah makan atau sebelum makan
b.
Terasa
mual dan muntah setelah makan
c.
Muntah
darah
d.
Terasa
panas pada abdomen
4.
Riwayat
Kesehatan Lalu
a.
Adanya
riwayat penyakit gastritis
5.
Riwayat
Penyakit Keluarga
Adakah keluarga yang pernah menderita
ulkus peptikum (herediter)
6.
Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan Umum
GCS
: Ciri tubuh : kulit, rambut, postur tubuh.
Tanda
vital : nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernafasan.
2)
Head to toe
a.
Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, distribusi,
warna, kulit kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
b.
Wajah
Inspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
c.
Mata
Inspeksi : bentuk mata, sclera,
konjungtiva, pupil.
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata,
warna mukosa konjungtiva, warna mukosasclera.
d.
Hidung
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan
cuping hidung, secret.
Palpasi : nyeri tekan pada hidung.
e.
Mulut
Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut,
bentuk gigi.
Palpasi : nyeri tekan pada lidah, gusi,
gigi.
f.
Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit
pada leher.
Palpasi : nyeri tekan pada leher.
g.
Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan
dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada
inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeritekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru,
ada / tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara
napas.
h.
Payudara dan ketiak
Inspeksi : bentuk, benjolan.
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan ,
benjolan.
i.
Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit
abdomen.
Auskultasi : bising usus, bising vena,
pergesekan hepar dan lien.
Perkusi : batas hepar,batas
ginjal,batas lien,ada/tidaknya pnimbunan cairan diperut.
j.
Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin,
distribusi rambut kelamin, warna rambut kelamin, benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat
kelamin.
k.
Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan.
Palpasi : nyeri tekan pada kulit.
l.
Ekstremitas Atas
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan.
Palpasi : nyeri tekan.
m. Ekstrimitas
Bawah
Inspeksi : warna kulit, bentuk kaki.
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot.
3.1.2
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri
(kronis) berhubungan dengan lesi sekunder terhadap peningkatan sekresi lambung.
2.
Risiko
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi normal
saluran pencernaan sekunder terhadap pilorostenosis.
3.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap ulkus peptikum.
3.1.3Intrevensi
Dx
: Nyeri (kronis) berhubungan dengan lesi sekunder terhadap peningkatan sekresi
lambung.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri
berkurang/hilang dengan kriteria hasil :
Klien
akan melaporkan nyerinya hilang. Tampak rileks dan mampu tidur / istirahat
dengan tepat.
Intervensi
:
a.
dorong
klien untuk melaporkan adanya nyeri.
R/ mencoba untuk mentoleransi nyeri, daripada meminta
analgetik.
b.
Kaji
laporan nyeri: catat lokasi, durasi, intensitas, bahasa non verbal klien.
R/ perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit atau terjadinya komlikasi.
R/ perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit atau terjadinya komlikasi.
c.
Kaji
ulang faktor-faktor yang mencetuskan atau menghilangkan rasa nyeri.
R/ dapat menunjukkan dengan tepat factor pencetus / pemberat (seperti kejadian stress, tidak toleran terhadap makanan) atau menidentifikasi terjadinya komlikasi.
R/ dapat menunjukkan dengan tepat factor pencetus / pemberat (seperti kejadian stress, tidak toleran terhadap makanan) atau menidentifikasi terjadinya komlikasi.
d.
Anjurkan
klien untuk istirahat dengan posisi yang nyaman (missal: lutut fleksi).
R/ menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa control.
R/ menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa control.
e.
Berikan
atau anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
R/ meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
R/ meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
f.
Kolaborasi
dokter dalam pemberikan obat:
·
Cimetidine
à pendhambat histamine H2, menurunkan produksi asam gaster, meningkatkan pH
gaster dan menurunkan iritasi pada mukosa gaster, penting untuk penyembuhandan
pencegahan lesi.
·
Antasida
à untuk mempertahankan pH gaster pada tingkat 4,5.
·
Belladona
à antikolinergik dapat menurunkan motilitas gaster.
Dx : Risiko nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi normal saluran
pencernaan sekunder terhadap pilorostenosis.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keerawatan selama 3x24 jam nutrisi pasien membaik dengan
kriteria hasil :
Mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi individual, menunjukkan prilaku mempertahankan nutrisi
adekuat.
Intervensi :
a.
Timbang
badan tiap hari.
R/
memberikan informasi tentang kebutuhan diet / keefektifan therapy.
b.
Anjurkan
pada klien untuk tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase sakit.
R/
menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan
energi.
c.
Batasi
makanan yang dapat menyebabkan timbulnya nyeri (makanan yang mengandung gas,
asam, dll)
R/
mencegah exsaserbal gejala.
d.
Anjurkan
pada klien untuk makan dengan porsi kecil tapi sering.
R/
untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung.
e.
Kolaborasi
dengan tim medis untuk dan ahli gizi tentang:
·
Pemberrian
vit B12 untuk meningkatkan nafsu makan pada klien yang mengalami penurunan
berat bada
·
Kebutuhan
harian yang realistis dan adekuat.
Dx : Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap ulkus peptikum.
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam volume cairan kembali normal
dengan kriteria hasil :
Klien menunjukkan
perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan dengan haluaran urine adekuat dengan
berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit
baik, pengisian kapiler cepat.
Intrevensi :
a.
monitor
tanda vital : bandingkan dengan hasil normal klien / sebelumnya. Ukur tekanan
darah dengan posisi duduk, berbaring, berdiri bila mungkin.
R/perubahan
tekanan darah dannadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah
(missal tekanan darah kurang dari 90 mmHg dan nadi lebih dari 110 mmHg diduga
25% penurunan volume atau kurang lebih 1000 ml )Hipotensi procedural
menunjukkan penurunan volume sirsulasi.
b.
Monitor
intake dan output dan hubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan
darah / cairan melalui muntah, keringat, urine dan defekasi.
R/
memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
c.
Pertahankan
tirah baring: mencegah muntah dan tegangan saat defekasi.
R/
aktifitas/ muntah meningkatkan tekanan intra abdominal dan dapat mencetuskan
perdarahan lebih lanjut.
d.
Tinggikan
kepala tempat tidur saat / selama pemberiaan antasida.
R/
mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida dimana dapat memyebabkan
komlikasiparu yang serius.
e.
Hindarkan
dari kafein dan minuman karbonat.
R/ kafein dan minuman karbonat merangsang produksi HCL kemungkinan potensial perdarahan ulang.
R/ kafein dan minuman karbonat merangsang produksi HCL kemungkinan potensial perdarahan ulang.
f.
Kolaborasi
dengan tim medis untuk memberikan cairan / darah, obat sesuai indikasi:
R/
penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan
(akut atau kronsi). Tambahkan volume (albumin) dapat infuskan sampai golongan
darah dan pencocokan silang dapat diselesaikan dan tranfusi darah dimulai.
Kurang lebih 80-90 % perdarahan gaster dikontrol oleh resusitasi cairan dan
management medik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.
Ulkus
peptikum mengacu pada rusaknya lapisan mukosa dibagian mana saja di saluran
gastro intestinal, tetapi biasanya di lambung atau duodenum.
2.
Gejala
yang sering muncul pada ulkus peptikum yaitu nyeri, muntah, konstipasi dan
perdarahan.
4.2Saran
1. Untuk mencapai asuhan keparawatan dalam
merawat klien, pendekatan dalam proses keperawatan harus dilaksanakan sedacara
sistematis.
2. Pelayanan keperawatan hendaknya
dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan tetap memperhatikan dan menjaga
privacy klien.
3. Perawat hendaknya selalu menjalin
hubungan kerjasama yang baik/ kolaborasi baik kepada teman sejawat, dokter atau
para medis lainnya dalam hal pelaksanaan Asuhan Keperawatan maupun dalam hal
pengobatan kepada klien agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn,E.2000 Rencana Asuhan Keperawatan Edisi
3,Jakarta;EGC
Mansjoer,
Arief dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jilid I;Jakarta F.K.U.I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar