BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Vitamin
merupakan suatu zat senyawa kompleks yang berfungsi untuk membantu
pengaturan atau proses kerja tubuh. Zat ini sangat penting untuk melakukan
aktivitas, karena bila tubuh kekurangan, maka pada akhirnya akibat kekurangan
vitamin akan membuat tubuh rentan terhadap penyakit.
Vitamin A
merupakan salah satu jenis vitamin larut dalam lemak yang berperan
penting dalam pembentukan sistem penglihatan yang baik. Terdapat beberapa
senyawa yang digolongkan ke dalam kelompok vitamin A, antara lain retinol, retinil palmitat, dan retinil asetat. Akan tetapi, istilah vitamin A sering kali merujuk pada senyawa
retinol dibandingkan dengan senyawa lain karena senyawa inilah yang paling banyak
berperan aktif di dalam tubuh. Vitamin A banyak ditemukan pada wortel, minyak ikan, susu, keju, dan hati.
Akibat
kekurangan vitamin bisa menjadi problem yang besar, apa lagi karena vitamin
merupakan salah satu zat yang paling dibutuhkan oleh tubuh manusia. Berbagai
vitamin memang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh manusia, karena itu
perlu asupan dari makanan dan buah-buahan untuk mendapatkan vitamin
tersebut.
Vitamin A
dapat diperoleh pada minyak hati ikan, kuning telur, mentega, krim dan margarin
yang telah diperkaya dengan vitamin A. Sedangkan provitamin A dapat diperoleh
dari sayur-sayuran berdaun hijau gelap dan buah-buahan berwarna kuning atau
merah serta minyak kelapa.
Akibat
dari kekurangan vitamin A ini bermacam-macam antara lain terhambatnya
pertumbuhan, gangguan pada kemampuan mata dalam menerima cahaya,
kelainan-kelainan pada mata seperti xerosis dan xerophthalmia, serta
meningkatnya kemungkinan menderita penyakit infeksi. Bahkan pada anak yang
mengalami kekurangan vitamin A berat angka kematian meningkat sampai 50%.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui
etiologi defisiensi vitamin A.
1.2.2 Mengetahui
tanda, dan gejala defisiensi vitamin A.
1.2.3 Mengetahui
patofisiologi terjadinya defisiensi vitamin A.
1.2.4 Mengetahui
prinsip pencegahan gizi dan terapi defisiensi vitamin A.
1.3 Manfaat
Memperoleh
pengentahuan tentan devisiensi vitamin A.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.1.1
Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak. Berdasarkan
struktur kimianya disebut retinol atau retina atau asam retinoat, terdapat pada
jaringan hewan dimana retinol (+ 90 – 95%) terdapat pada
hati, terdapat pada jaringan nabati dimana
karotin atau provitamin A.
2.1.2
Peranan Vitamin A
1) Pengelihatan
Vitamin A
banyak berperan dalam pembentukan indra penglihatan bagi manusia.
Vitamin ini akan membantu mengkonversi sinyal molekul dari sinar yang diterima
oleh retina untuk menjadi suatu
proyeksi gambar di otak kita.
Senyawa yang berperan utama dalam hal ini adalah retinol. Bersama dengan rodopsin, senyawa retinol akan membentuk komplek spigmen yang sensitif terhadap
cahaya untuk mentransmisikan sinyal cahaya ke otak. Oleh karena itu, kekurangan
vitamin A di dalam tubuh sering kali berakibat fatal pada organ penglihatan.
2) Sistem Imun
Vitamin A
juga dapat melindungi tubuh dari infeksi
organisme asing, seperti bakteri patogen.
Mekanisme pertahanan ini termasuk ke dalam sistem imun
eksternal, karena sistem imun ini berasal dari luar tubuh. Vitamin ini akan
meningkatkan aktivitas kerja dari sel darah putih dan antibodi di dalam
tubuh sehingga tubuh menjadi lebih resisten terhadap senyawa toksin maupun terhadap serangan mikroorganisme parasit,
seperti bakteri pathogen dan virus.
3) Sebagai Antioksidan
Antioksidan terdapat juga dalam vitamin A. Beta karoten, salah
satu bentuk vitamin A, merupakan senyawa dengan aktivitas antioksidan yang
mampu menengkal radikal bebas. Senyawa radikal bebas ini banyak berasal dari
oksidasi di dalam tubuh maupun dari polusi di lingkungan yang masuk ke dalam
tubuh. Antioksidan di dalam tubuh dapat mencegah kerusakan pada materi genetik
(DNA dan RNA) oleh radikal bebas sehingga laju mutasi dapat ditekan. Penurunan
laju mutasi ini akan berujung pada penurunan resiko pembentukan sel kanker.
Aktifitas antioksidan juga erat dengan pencegahan proses penuaan, terutama pada
sel kulit.
2.1.3
Manfaat
Vitamin
A berperan pada fungsi mencakup 3 golongan besar yaitu penglihatan, fungsi
dalam metabolisme umum seperti integritas epitel, stabilisais membran, respon
imun, perkembangan tulang rangka dan pertumbuhan gigi serta funsi berikutnya
adalah dalam proses reproduksi.
Secara
garis besar, manfaat vitamin A adalah sebagai berikut :
1)
Proses
penglihatan
Vitamin
A dalam bentuk retinal akan bergabung dengan opsin (suatu protein) membentuk
rhodopsin, yang merupakan pigmen penglihatan. Adanya rhodopsin itulah yang
memungkinkan kita dapat melihat. Rendahnya konsumsi menyebabkan menurunnya
simpanan vitamin A di dalam hati dan kadarnya di dalam darah. Akibat lebih
lanjut adalah berkurangnya
vitamin A yang tersedia untuk retina.
2)
Mengatur
sistem kekebalan tubuh (imunitas)
Sistem
kekebalan membantu mencegah atau melawan infeksi dengan cara membuat sel darah
putih yang dapat menghancurkan berbagai bakteri dan virus berbahaya. Vitamin A
dapat membantu limposit (salah satu tipe sel darah putih) untuk berfungsi
lebih efektif dalam melawan infeksi.
3)
Mencegah
kebutaan
Kekurangan
vitamin A menyebabkan kelenjar tidak mampu mengeluarkan air mata,
sehingga film yang menutupi kornea mengering. Selanjutnya kornea mengalami
keratinisasi dan pengelupasan, sehingga menjadi pecah. Infeksi tersebut
menyebabkan mata mengeluarkan nanah dan darah. Dampak lebih lanjut adalah
munculnya titik bitot (putih pada bagian hitam mata) serta terjadi gangguan
yang disebut xerosis konjungtiva, xerophthalmia, dan buta permanen.
4)
Menangkal
radikal bebas
Vitamin
A dan betakaroten terbukti merupakan antioksidan yang dapat melindungi sel dari
serangan radikal bebas untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit kronis,
seperti jantung dan kanker.
5)
Memicu
pertumbuhan
Kekurangan
vitamin A menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan karena gangguan
pada sintesis protein. Gejala ini sering tampak pada anak balita. Penelitian
pada hewan percobaan menunjukkan bahwa proses pertumbuhan akan terhenti jika
kebutuhan vitamin A tidak terpenuhi.
6)
Memelihara
kesehatan sel-sel epitel pada saluran pernapasan
Kekuranganatau
kekurangan vitamin A menyebabkan sel-sel epitel tidak mampu mengeluarkan mucus
(lendir) dan membentuk cilia (semacam rambut) untuk mencegah akumulasi bahan
asing pada permukaan sel. Karena itu, kekurangan vitamin A dapat menyebabkan
infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA).
7)
Membentuk
dan memelihara pertumbuhan tulang dan gigi
Kekurangan
vitamin A terbukti dapat menghambat pemanjangan tulang dan terbentuknya gigi
yang sehat. Karena itu, kecukupan konsumsi vitamin A sangat penting di
perhatikan untuk anak-anak yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan.
8)
Memelihara
kesehatan kulit dan rambut
Kekurangan
vitamin A dapat menyebabkan
kulit dan rambut menjadi kasar dan kering.
9)
Mendukung
proses reproduksi
Vitamin
A diperlukan dalam produktivitas hormon steroid (hormon seks) dan proses
spermatogenesis (pembentukan sel sperma) yang sangat vital dalam proses
pembuahan sel telur untuk menghasilkan keturunan. Karena itu, kekurangan vitamin
A menyebabkan kemandulan.
2.1.4
Sumber Vitamin A
Sumber
vitamin A dapat dibedakan atas preformed vitamin A (vitamin A bentuk jadi) dan
provitamin A (bahan baku vitamin A). Vitamin A bentuk jadi atau
retinol bersumber dari pangan hewani, seperti daging, susu dan olahannya
(mentega dan keju), kuning telur, hati ternak dan ikan, minyak ikan (cod,
halibut, hiu).
Provitamin
A atau korotenoid umumnya bersumber pada sayuran berdaun hijau gelap (bayam,
singkong, sawi hijau), wortel, waluh (labu parang), ubi jalar kuning atau
merah, buah-buahan berwarna kuning (pepaya, mangga, apricot, peach), serta
minyak sawit merah. Sayangnya, pada proses pengolahan lebih lanjut, banyak
betakaroten yang hilang, sehingga kadarnya hanya tinggal sedikit pada minyak
goreng.
Betakaroten
merupakan provitamin A yang paling efektif diubah oleh tubuh menjadi retinol
(bentuk aktif vitamin A). Karotenoid lainnya, seperti lycopene (tomat dan semangka), xanthopyl
(kuning telur dan jagung), zeaxanthin
(jagung), serta lutein, walaupun
memiliki aktivitas untuk peningkatan kesehatan, bukan merupakan sumber vitamin A.
2.1.5
Metabolisme Vitamin A
Vitamin
A dalam mekanan sebagian besar berbentuk ester retinil. Di dalam sel mukosa
usus halus, ester retinil dihidrolisis oleh enzim-enzim pankreas (esterase)
menjadi rerinol yang lebih mudah diabsopsi. Untuk penyerapan karotin,
diperlukan adanya empedu sedangkan untuk preformed vitamin A, empedu hanya
dapat membantu menigkatkan penyerapannya.
Retinol
bereaksi dengan asam lemak dan membentuk ester, diangkut oleh kilomikron dan
LDL melalui system limfe ke dalam aliran darah menuju ke hati. Hati berperan
menyimpan vitamin A yang dapat bertahan hingga 6 bulan. Bila tubuh memerlukan,
vitamin A di mobilisasi dari hati dalam bentuk retinol yang diangkut oleh
Retinol Binding Protein (RBP) yang dihasilkan oleh hati. Di dalam plasma
kompleks ini diikat lagi oleh prealbumin dan di transport ke sel-sel target
yang memerlukan vitamin A diseluruh jaringan tubuh. Metabolisme vitamin A
memerlukan Zn karena Zn memacu pergerakan vitamin A dari hati.
Retinal
(eye)
|
Retinyl
esters
(diet)
|
β-karoten
|
Retinal
(intestine)
|
Retinol
|
Chylomicrons
β-lipprotein (lymp)
|
Retinyl
ester
|
RBP-cell
Surface
receptor (target sel
|
Retinol
Blinding Protein (RBP)
Prealbumin
(blood)
|
Retinyl
ester (liver)
|
Retinoic
acid
(epithelia
tissue)
|
2.1.6
Kebutuhan Vitamin A
Oleh
Food and Nutrition Board of te National
Research Council of the United States of America dianjurkan pemberian
vitamin A dalam diet sebagai berikut:
ü
Bayi
: 1.500 SI
ü Umur
1 – 3 tahun :
2.000 SI
ü Umur
4 – 6 tahun : 2.500 SI
ü Umur
7 – 9 tahun :
3.500 SI
ü Umur
10 – 12 tahun : 4.500 SI
ü Umur
13 – 19 tahun : 5.000 SI
Vitamin
A bukan hanya berguna untuk mencegah kebutaan, tapi sanggup memicu pertumbuhan
balita dan sebagai menangkal radikal bebas. Vitamin A juga penting untuk
pemeliharaan rambut dan kulit serta berguna membantu hormon yang berperan dalam
proses reproduksi.
Dulu
orang menduga bahwa untuk mencapai gizi normal, tubuh hanya memerlukan protein,
lemak, karbohidrat, dan mineral. Pendapat itu berlangsung terus, sampai
akhirnya di awal abad ke-20, seorang ahli membuktikan bahwa orang tidak dapat
hidup normal hanya dengan zat-zat gizi tersebut.
Pada
tahun 1911 diusulkan suatu zat pelengkap yang disebut vitamin. Vitamin adalah
zat organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah sangat sedikit, tapi sangat
dibutuhkan dalam usaha mempertahankan gizi normal. Semua mahkluk hidup
membutuhkan vitamin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tumbuh-tumbuhan dapat
mensintesis sendiri vitamin untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan manusia dan hewan mendapatkan hampir semuanya dari
makanan.
Dalam
beberapa hal, tubuh manusia dapat membuat vitamin, misalnya dari provitamin A
(karoten) yang diubah menjadi vitamin A. Ada juga beberapa vitamin yang dapat
disintesis dengan pertolongan bakteri yang terdapat didalam usus manusia.
Vitamin
dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu yang larut didalam air dan
lemak. Contoh vitamin yang larut di dalam air adalah B kompleks dan C,
sedangkan yang larut lemak vitamin A, D, E, dan K. Dari semua vitamin tersebut,
vitamin A paling banyak menimbulkan masalah.
Salah
satu dari empat masalah gizi yang dihadapi penduduk Indonesia dewasa ini
adalah kekurangan vitamin A (KVA). Vitamin A merupakan vitamin yang paling tua
dipelajari, terutama dalam hubungannya dengan masalah kebutaan.
2.2
Defisiensi Vitamin A
Kekurangan vitamin A terjadi ketika kegagalan
kronis untuk mengkonsumsi jumlah vitamin A yang cukup atau hasil beta-karoten
dalam serum darah yang berada di bawah kisaran yang ditetapkan. Beta-karoten
adalah sebuah bentuk provitamin A, yang siap dikonversi menjadi vitamin A dalam
tubuh. Kekurangan vitamin A di dapat hasil dari asupan yang tidak memadai,
malabsorpsi lemak atau gangguan hati. Defisiensi merusak kekebalan dan
hematopoiesis dan menyebabkan ruam kulit dan efek ocular khas (misalnya
xeroftalmia, kebutaan malam). Bersama-sama
dengan penyakit Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit tersebut merupakan
penyakit yang sangat penting di antara penyakit gangguan gizi di Indonesia dan
di banyak negeri yang sedang berkembang. Ia mempunyai perana yang penting
sebagai penyebab kebutaan.
Diagnosa
berdasarkan temuan okuler khas dan vitamin A level rendah. Kekurangan vitamin A
yang berkepanjangan dapat menyebabkan kebutaan total dan ireversibel. Pada
kekurangan vitamin A, kadar vitamin A dalam darah menurun sampai kurang dari
20ug/dl (kadar normal 30ug/dl).
Biasanya vitamin
digolongkan dalam 2 golongan, yaitu:
a.
Golongan yang larut dalam air, misal:
vitamin B kompleks dan vitamin C
b.
Golongan yang larut dalam lemak, misal:
vitamin A, D, E dan K
2.3 Etiologi
Penyebab utama
kekurangan vitamin A biasanya disebabkan oleh kekurangan makanan
berkepanjangan, khususnya di mana beras adalah makanan pokok (tidak mengandung
karoten). Terjadinya
kekurangan vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor dalam hubungan yang
kompleks seperti halnya dengan masalah kekurangan kalori protein (KKP). Makanan
yang rendah dalam vitamin A biasanya juga rendah dalam protein, lemak dan
hubungannya antara hal-hal ini merupakan faktor penting dalam terjadinya
kekurangan vitamin A.
Kekurangan vitamin A bisa disebabkan seorang anak kesulitan
mengonsumsi vitamin A dalam jumlah yang banyak, kurangnya pengetahuan orang tua
tentang peran vitamin A dan kemiskinan. Sedangkan untuk mendapatkan pangan yang
difortifikasi bukan hal yang mudah bagi penduduk yang miskin. Karena, harga
pangan yang difortifikasi lebih mahal daripada pangan yang tidak difortifikasi.
Resiko KVA meningkat pada pasien yang menderita
malabsorpsi lemak, cystic fibrosis, sariawan, insufisiensi pancreas atau
kolestasis, serta pada orang yang telah menjalani operasi by pass usus kecil.
Hal ini mungkin karena penurunan bioavilabilitas provitamin Akarotenoid atau
gangguan dengan penyerapan, penyimpanan, atau transportasi vitamin A. Kelebihan
konsumsi alcohol dapat mengurangkan pada vitamin. Pada anak-anak dengan campak,
vitamin A dapat mempersingkat durasi gangguan dan mengurangi keparahan gejala
dan resiko kematian.
2.4 Tanda
Dan Gejala
Gejala yang sering mendapat perhatian adalah gangguan pada
penglihatan anak, selanjutnya gangguan kesehatan lainnya dapat juga
diidentifikasi sebagai akibat kekurangan Vitamin A.
Berikut adalah gejala
dan tanda kekurangan vitamin A:
ü Gejala
pertama dari kekurangan vitamin A biasanya adalah rabun senja. Kemudian akan
timbul pengendapan berbusa (bintik Bitot) dalam bagian putih mata (sklera) dan
kornea bisa mengeras dan membentuk jaringan parut (xeroftalmia), yang bisa
menyebabkan kebutaan yang permanen.
ü Malnutrisi
pada masa anak-anak (marasmus dan kwashiorkor), sering disertai dengan
xeroftalmia; bukan karena kurangnya vitamin A dalam makanan, tetapi juga karena
kekurangan kalori dan protein menghambat pengangkutan vitamin A.
ü Kulit
dan lapisan paru-paru, usus dan saluran kemih bisa mengeras.
ü Kekurangan
vitamin A juga menyebabkan peradangan kulit (dermatitis) dan meningkatkan
kemungkinan terkena infeksi.
ü Beberapa
penderita mengalami anemia.
ü Kulit
menjadi kering, gatal dan kasar.
ü Rambut
dapat terjadi kekeringan dan gangguan pertumbuhan rambut dan kuku.
ü Gangguan
pertumbuhan pada anak-anak.
2.5 Patofisiologi
Gejala
klinis defisiensi vitamin A akan tampak bila cadangan vitamin A dalam hati dan
organ-organ tubuh lain sudah menurun dan kadar vitamin A dalam serum mencapai
garis bawah yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik mata. Deplesi
vitamin A dalam tubuh merupakan proses yang
memakan waktu lama. Diawali dengan habisnya persediaan vitamin A di
dalam hati, menurunnya kadar vitamin A plasma (kelainan biokimia), kemudian terjadi
disfungsi sel batang pada retina (kelainan fungsional), dan akhirnya timbul
perubahan jaringan epitel (kelainan antomis).
Penurunan vitamin A pada serum tidak menggambarkan defisiensi
vitamin A dini, karena deplesi telah terjadi jauh sebelumnya.
Vitamin
A merupakan “body regulators” dan
berhubungan erat dengan proses-proses metabolisme. Secara umum fungsi tersebut
dapat dibagi menjadi dua yaitu :
ü
Yang
berhubungan dengan pengelihatan
ü
Yang
tidak berhubugan dengan pengelihatan
Fungsi
yang berhubungan dengan pengelihatan di jelaskan melalui mekanisme Rods
(batang) yang ada di retina yang sensitive terhadap cahaya dengan intensitas
yang rendah, sedangkan Cones (kerucut) untuk cahaya dengan intensitas yang
tinggi dan untuk menagkap cahaya berwarna. Pigmen yang sensitive terhadap
cahaya dari Rods disebut sebagai Rhodopsin.
Ada
dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konkus) dan sel
batang (sel basilus). Retina adalah kelompok prostetik pigmen fotosensitif
dalam batang maupun kerucut, perbedaan utama antara pigmen pengelihatan dalam
batang (rhodopsin) dan dalam kerucut (iodopsin) adalah protein alami yang
terikat pada retina. Vitamin A berfungsi dalam pengelihatan normal pada cahaya
remang. Di dalam mata, retinol (bentuk vitamin A yang terdapat di dalam darah)
dioksidasi menjadi retinal. Retinal kemudian mengikat protein opsin dan
membentuk rhodopsin (suatu pigmen pengelihatan). Rhodopsin merupakan zat yang
menerima rangsangan cahaya dan mengubah energi cahaya menjadi energi biolistrik
yang merangsang indra pengelihatan. Beta karoten efektif dalam memperbaiki
fotosensivitas pada penderita dengan protoporfiria erithopoetik.
Mata
membutuhkan waktu beradaptasi dan dapet melihat dari ruangan dengan cahaya
terang ke ruangan dengan cahaya remang-remang. Bila seseorang berpindah dari
tempat terang ke tempat gelap, akan terjadi regenerasi rhodopsin secara
maksilmal. Rhodopsin sangat penting dalam pengelihatan di tempat gelap.
Kecepatan mata untuk beradaptasi, berhubungan langsung dengan vitamin A yang
tersedia di dalam darah untuk membentuk rhodopsin. Apabila kurang vitamin A,
rhodopsin tidak terbentuk dan akan memnyebabkan timbulnya tanda pertama
kekurangan vitamin A yaitu rabun senja.
Kekurangan
vitamin A dapat mengakibatkan kelainan pada sel-sel epitel pada selaput lendir
mata. Kelainan tersebut karena terjadinya proses metaplasi sel-sel epitel,
sehingga kelanjar tidak memproduksi cairan yang dapat menyebabkan terjadinya
kekeringan pada mata yang disebut
xerosis konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut akan terjadi yang disebut
bercak bitot (Bitot Spot) yaitu suatu bercak putih, berbentuk segi tiga di
bagian temporal dan diliputi bahan seperti busa.
Defisiensi
lebih lanjut menyebabkan xerosis kornea, yaitu kornea menjadi kering dan
kehilangan kejernihannya karena terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi
kornea. Pada stadium yang lanjut, kornea menjadi lebih keruh, berbentuk
infiltrat, berlaku pelepasan sel-sel epitel kornea, yang berakibat pada
pelunakan dan pecahnya kornea. Mata juga dapat terkena infeksi. Tahap terakhir
deri gejala mata yang terinfeksi adalah keratomalasia (kornea melunak dan dapat
pecah), sehingga menyebabkan kebutaan total.
Defisiensi
vitamin A dapat menyebabkan fungsi kekebalan tubuh menurun, sehingga mudah
terkena infeksi. Kekurangan vitamin A menyebabkan lapisan sel yang menutupi
paru-paru tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki mikroorganisme,
bakteri, dan virus yang dapat menyebabkan infeksi. Jika hal ini terjadi pada
permukaan dinding usus halus, akan menyebabkan diare.
Vitamin
A menpunyai peranan penting pada sintesis protein yaitu pembentukan RNA
sehingga berperan terhadap pertumbuha sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan
tulang dan sel epitel yang membentuk email gigi. Pada orang yang kekurangan
vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada
anak-anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan pertumbuhan.
Pada
keadaan dimana terjadi defisiensi vitamin A
akan terjadi gangguan mobilisasi zat besi dari
hepar, dengan akibat terjadi penurunan kadar feritin. Gangguan mobilisasi zat
besi jugaakan menyebabkan rendahnya kadar zat besi dalam plasma, dimana hal ini
akan mengganggu proses sintesis hemoglobin sehingga akan menyebabkan
rendahnya kadar Hb dalam darah.
Defisiensi
vitamin A kronis anemia serupa seperti yang dijumpai pada defisiensi besi,
ditandai dengan Mean Corpuscular Volume
(MCV) dan Mean Corpuscular Haemoglobin
Concentration (MCHC) rendah, terdapat anisositosis dan poikilositosis,
kadar besi serum rendah tetapi cadangan besi (ferritin) didalam hati dan sumsum tulang meningkat. KVA menghambat
penggunaan kembali besi untuk eritropoiesis, mengganggu pembentukan transferin
dan mengganggu mobilisasi besi.
Hb
|
Defisiensi
Vit. A
dalam tubuh
|
Kelainan pd
sel-sel epitel
(selaput
lendir mata)
|
Metapalsia
sel-sel epitel
|
Kelenjar
tidak memproduksi cairan
|
Kekeringan
pada mata
(Xerosis
Konjungtiva)
|
Bercak
Bitot
|
Xerosis
Kornea
|
Infeksi
|
Keratomalsia
|
Kebutaan
Total
|
Disfungsi
sel batang
|
Kelainan
anatomis
|
Fungsi Imun
Tubuh
|
Infeksi
|
Dinding Usus
|
Diare
|
Pertumbuhan
tulang terhambat
|
Gg.
Mobilisasi zat besi dari hati
|
Bentuk
tulang tidak normal
|
Kadar
feritin
|
Kadar zat
besi dalam plasma
|
2.6 Penyakit Akibat Defisiensi Vitamin A
Buta
senja merupakan gejala awal dari KVA. Gejala klinis KVA pada mata akan timbul
bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan
lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan
penyakit infeksi lainnya.
Gejala
klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO 1996 sebagai berikut:
1)
Buta Senja (Hemeralopia, nyctalopia) –
XN
2)
Xerosis Konjunctiva – XIA
3)
Xerosis Konjunctiva disertai bercak
bitot – XIB
4)
Xerosis Kornea – X2
5)
Xerosis kornea dan ulserasi Kornea –
X3A
6)
Keratomalasia – X3B
7)
Jaringan Parut Kornea (Sikatriks/scar)
– XS
8)
Fundus Xeroftalmia dengan gambaran
seperti “cendol” – XF
Ø
XEROFTALMIA
Kelainan
atau gangguan mata ini, dari tingkatnya yang ringan sampai berat, sering
ditemui pada anak usia balita. Sedangkan, pada bayi atau anak usia di bawah 1
tahun, gangguan ini jarang terjadi. Jika kemudian asupan makanannya kurang atau
muncul kerusakan mukosa usus, maka penyerapan zat-zat makanannya termasuk
vitamin A juga kurang. Ini pun dapat menyebabkan defisiensi vitamin A pada
anak.
Gangguan
mata xeroftalmia tidak harus selalu terjadi secara berurutan. Bisa saja pada
seorang anak gangguan xeroftalmia ditemukan sudah pada stadium 3. Hal ini
tergantung pada seberapa besar defisiensi vitamin A yang dialami. Umumnya, bila
berat maka kondisi kesehatan anak pun sangat buruk. Jadi, parah-tidaknya
kelainan ini amat tergantung pada kondisi anak yang bersangkutan.
1)
Buta Senja (Hemeralopia, nyctalopia) –
XN
ü Pada
keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang
setelah lama berada di cahaya terang.
ü
Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak
dapat melihat dilingkungan yang kurang
cahaya, sehingga disebut buta senja.
ü
Bila
anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan menbentur benda didepannya,
karena tidak dapat melihat.
ü
Anak
belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta senja.
Dalam keadaan ini biasanaya anak diam memojok bila di dudukkan ditempat kurang
cahaya, karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya.
2)
Xerosis Konjunctiva – XIA
ü Selaput
lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering,
berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
ü Orang
tua lebih sering mengeluh mata anak tampak kering dan berubah warn kecoklatan.
3)
Xerosis Konjunctiva disertai bercak
bitot – XIB
ü bercak
putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.
ü Tampak
kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
ü Konjungtiva
tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
ü Orang
tua mengeluh mata anaknya tampak bersisi.
4)
Xerosis Kornea – X2
ü Kekeringan
pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.
ü Kornea
tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar
ü Keadaan
umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit infeksidan
sistemik lain).
5)
Xerosis kornea dan ulserasi Kornea –
X3A
ü Kornea
melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
ü Tahap
X3A: bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.
ü Tanap
X3B: bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan kornea.
ü Keadaan
umum penderita sangat buruk.
ü Pada
tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah).
6)
Keratomalasia – X3B
ü
Pada
stadium tiga, kerusakan yang terjadi lebih parah lagi.
ü
Di
kornea itusudah muncul ulkus atau borok.
ü
Ukurannya
bisa kecil atau hanyamengenai kurang dari 1/3 bagian kornea mata dan bisa juga
besar sampaimengenai daerah permukaannya.
ü
Yang
paling parah, bila kornea sudahmencair. Kerusakan mata seperti ini sudah
permanen sifatnya.
ü
Anak
akanmengalami kebutaan dan tak bisa disembuhkan
7)
Jaringan Parut Kornea (Sikatriks/scar)
– XS
ü
Pada
gangguan stadium akhir,
ü
kornea
mata tampak menjadi putih.
ü
Bolamata
juga tampak mengempis. Jaringan parut yang ditinggalkan akibat kerusakan itu
akan menghalangi penglihatan anak. Ia tak bisa melihat lagiatau buta.
ü
Kerusakan
yang terjadi pun permanen, tak bisa diperbaiki.
2.7
Penatalaksanaan
2.7.1
Medikamentosa
Untuk mengatasi
gejala defisiensi vitamin A, pemberian vitamin A palmitat sebanyak
25.000-50.000 1U/hari per oral setiap hari selama 2 hari dan dosis lebih lanjut
setelah 7-10 hari. Jika pasien muntah, pemberian vitamin A secara IM
dianjurkan. Sebagai bentuk oral, suplemen vitamin A untuk menurunkan resiko
morbiditas, terutama yang menderita diare hebat dan mengurangi kematian dari
penyakit campak dan semua penyebab
kematian. Pemberian vitamin E bersama vitamin A nampaknya meningkatkan
efektivitas vitamin A dan mencegah kemungkinan terjadi hipervitaminosis A.
Untuk mengobati anak
dengan gejala buta senja (XN) hingga xerosis kornea (X2) dimana pengelihatan
masih dapat disembuhkan, pengobatan dimulai sejak penderita ditemukan (hati
pertama) dengan pemberian kapsul vitamin A sesuai dengan usia. Bayi kurang dari
5 bula diberikan ½ kapsul biru (50.000 SI), bayi usia 6-11 bulan diberika 1
kapsul biru (100.000 SI), dan anak usia 12-59 bulan diberikan 1 kapsup merah
(200.000 SI). Lalu pada hari kedua berikan 1 kapsul vitamin A sesuai dengan
usia seperti ketentuan. Dua minggu kemudian, penderita kembali diberikan kapsul
vitamin A dengan usia seperti ketentuan.
Pada keadaan xerosis
kornea, keratomalasia, damn ulkus kornea, anak dapat diberikan tetes mata
antibiotic tanpa kortikosteroid oleh dokter dengan cara diteteskan pada bagian
kelopak mata. Pengobatan vitamin A juga harus disertai dengan perbaikan gizi,
serta pengobatan antibiotic sebagai pengobatan tambahan untuk mencegah infeksi
sekunder, kapsul biru (100.000 SI) untuk bayi usia 6-11 bulan dan kapsul merah
untuk balita dan ibu nifas.
2.7.2
Non
Medikamentosa
Pengobatan
untuk KVA subklinis meliputi konsumsi makanan kaya vitamin A, seperti hati, daging
sapi, ayam, telur, susu yang diperkaya, wortel, mangga, ubi jalar, dan sayuran
berdaun hijau. Makan sedikitnya 5 porsi buah
dan sayuran per hari dianjurkan untuk menyediakan distribusi komprehensif karotenoid. Berbagai makanan, seperti sereal ,
kue, roti, biskut, dan bar
sereal gandum, sering diperkaya dengan 10-15% dari RDA vitamin A
2.8 Komplikasi
2.8.1
Kebutaan
Gejala
awal dari defisiensi vitamin A adalah anak tidak lagi dapat melihat dengan
jelas disore hari, disebut sebagai buta senja. Tahapan selanjutnya jika defisiensi
vitamin A terus berlanjut adalah xerosis konjungtiva (bagian putih mata kering,
kusam tidak bersinar), bercak bitot (bercak seperti busa sabuh), xerosis kornea
(bagian hitam mata kering, kusam dan tidak bersinar), keratomalasia (sebagian
dari hitam mata melunak seperti bubur) ulserasi kornea (seluruh bagian hitam mata
melunak seperti bubur), xeroftalmia scars (bola mata mengecul atau mengempis)
dan akhirnya menjurus buta permanen.
2.8.2
Defisiensi zat besi
Vitamin
A interaksi denga besi. Nilai hemoglobin berkurang dengan pola yang sama dengan
plasma vitamin A dan vitamin A yang cukup juga meningkatkan nilai hemoglobin
seiring dengan kenaikan vitamin A. Mekanisme interaksi antara vitamin A dan besi adalah terjadinya gangguan
mobilisasi pada besi dri hati dan/atau penggabungan besi ke eritrosit bila
terjadi defisiensi vitamin A. Vitamin dan β-karoten dapat membentuk suatu kompleks dengan besi
untuk membuatnya tetap larut dalam lumen usus halus dan mencegah efek
penghambat fitat danpolifenol pada absorpsi besi.
2.9
Prognosis
1)
Jika pasien masih tahap
xerosis kornea (X2), pengobatan yang tepat dapat menyembuhkan sepenuhnya
dalam beberapa minggu. Penyembuhan sempurna biasanya terjadi dengan pengobatan
tiap hari.
2)
Gejala dan tanda KVA biasanya menghilang
dalam waktu 1 minggi setelah pemberian vitamin A dihentikan.
3)
Lesi pada mata akan mengancam
pengelihatan (25% benar-benar buta dan sisanya sebagian buta)
4)
Mortalitas pada kasus-kasus yang berat
mencapai 50% atau lebih karena sering disertai oleh mulnutrisi yang berat
(PEM).
2.10 Pencegahan
Kekurangan
vitamin A dapat dicegah dengan diet makanan yang kaya akan vitamin A atau
beta-karoten sebagai komponen diet seharian. Diet harus mencakup sayuran
berdaun hijau, buah-buahan misalnya papaya, jeruk, wortel, dan sayuran kuning
(misalnya labu). Susu yang diperkaya vitamin A dan sereal, hati, kuning telur,
dan minyak ikan turut membantu. Karotenois diserap lebih baik bila dikonsumsi
dengan beberapa makanan yang mengandung lemak. Jika bayi dicurigai alergi susu,
mereka harus diberi vitamin A yang cukup dalam susu formula.
Di
negara-negara berkembang, kekurangan vitamin A dicegah oleh program-program
kesehatan masyarakat dengan member profilaksis suplemen vitamin A palmitat.
Memperhatikan akibat kekurangan vitamin A seperti yang telah disebutkan di atas
maka untuk mencegah terjadinya kekurangan vitamin A, di Posyandu atau Puskesmas
pada bulan Februari dan Agustus seluruh bayi usi 6-11 bulan harus mendapat 1
kapsul vitamin A biru dan seluruh anak balita usia 12-59 bulan mendapat kapsul
vitamin A warna merah. Sedangkan untuk ibu nifas sampai 30 hari setelah
melahirkan mendapat 1 kapsul vitamin A warna merah.
Prinsip
dasr lain untuk mencegeh KVA adalah memenuhu kebutuhan vitamin A yang cukup
untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi terutama diare dan campak. Selain
itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum. Berikut beberapa langkah lain
yang dapatdilakuakan untuk mencegah KVA :
ü Mengenal
tanda-tanda kelainan secara dini
ü Bagi yang memiliki bayi dan anak disarankan untuk
mengkonsumsi vitamin A dosis tinggi secara periodik, yang didapatkan
umumnya pada Posyandu terdekat.
ü Segera
mengobati penyakit penyebab atau penyerta
ü Meningkatkan
status gizi, mengobati gizi buruk
ü Memberikan
ASI Eksklusif
ü Melakukan
Imunisasi dasar pada setiap bayi
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Identitas Pasien
B. Keluhan Utama
·
Pasien mengeluh mata terasa kering
·
Pengelihatan menjadi kabur
·
Mata terasa berkunang-kunang
C. Riwayat Keperawatan
D. Pemeriksaan Fisik
·
Dilakukan
untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala klinis dan menentukandiagnosis serta
pengobatannya, terdiri dari :
a.
Pemeriksaan Umum
Dilakukan
untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung maupun tidak
langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk, penyakit infeksi, dan
kelainan fungsi hati yang terdiri dari :
ü
Antropometri
: Pengukuran berat badan dan tinggi badan
ü Penilaian
Status gizi : Apakah anak menderita gizi kurang atau gizi buruk
ü
Kelainan
pada kulit : kering, bersisik
b.
Pemeriksaan
Khusus
Pemeriksaan
mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan senter yang terang,
dengan melihat :
ü
Apakah
ada tanda kekeringan pada konjungtiva (X1A)
ü
Apakah
ada bercak bitot (X1B)
ü
Apakah
ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)
ü
Apakah
ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/X3B)
ü
Apakah
ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)
ü
Apakah
ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan opthalmoscope(XF)
c.
Tes
Adaptasi Gelap
Pemeriksaan
didasarkan pada keadaan bila terdapat kekurangan gizi atau kekurangan vitamin
A. akan terjadi gangguan pada adaptasi gelap. Dengan uji inidilakukan penilaian
fungsi sel batang retina pada pasien dengan keluhan buta senja. Pada pasien
yang sebelumnya telah mendapat penyinaran terang, dilihat kemampuan melihatnya
sesudah sekitarnya digelapkan dengan perlahan-lahan dinaikkan intensitas sumber
sinar. Ambang rangsang mulai terligat menunjukkan kemampuan pasien beradaptasi
gelap.
d.
Pemeriksaan
Laboraturium
Pemeriksaan
laboraturium dilakukan untuk mendukung diagnosa kekurangan vitamin A, bila
secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil pemeriksaan
lain menunjukkan bahwa anak tersebut resiko tinggi untuk menderita KVA.
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila ditemukan serum
retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis.
Pemerikassan laboraturium lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit lain
yang dapat memperparah seperti pada :
ü
Pemeriksaan
serum RBP (Retinol Binding Protein) lebih mudah untuk melakukan dan lebih murah
dari atudi retinol serum, karena RBP adalah protein dan dapat dideteksi oleh
tes imunologi. RBP juga merupakan senyawa lebih stabil dari retinol yang
berikatan dengan cahaya dan suhu. Namun, tingkat RBP kurang akurat, karena
mereka dipengaruhi oleh konsentrasi protein serum dan karena jenis RBP tidak dapat dibedakan.
ü
Pemeriksaan
albumin darah karena tingkat albumin adalah ukuran langsung dari kadar vitamin
A.
ü
Pemeriksaan
darah lengkap untuk mengetahui kemungkinan anemia, infeksi atau sepsis.
ü
Pemeriksaan
fungsi hati untuk mengevaluasi status gizi.
ü
Pada
anak-anak, pemeriksaan radiografi dari tulang panjang mungkin berguna saat
evaluasi sedang dibuat untuk pertumbuhan tulang dan untuk deposisi tulang
periosteal berlebih.
3.2
Diagnosa Keperawatan
1)
Resiko
tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun
2)
Gangguan sensori-persepsi pengelihatan
berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori atau status organ indra
3)
Resiko
tinggi terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan ditandai
dengan : mata hitam menjadi keruh, kusam, keruh keriput, dan timbul bercak yang
menganggu pengelihatan.
4)
Ansietas
berhubungan dengan factor fisiologi perubahan status kesehatan, kemungkinan
atau kenyataan kehilangan pengelihatan.
3.3 Intervensi
Dx 1 : Resiko tinggi infeksi b/d daya
tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam tidak terjadi infeks dengan kriteria hasil: Masa penyembuhan tepat waktu
tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi :
1) Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/ menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder, mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2) Obs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/ Deteksi dini tanda-tanda infeksi
3) Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/ Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
Dx 2 : Gangguan sensori-persepsi
pengelihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori atau status organ
indra
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam sensori-persepsi pengelihatan mengalami perubahan dengan kriteria hasil :
ü Meningkatnya
ketajaman pengelihatan dalam batas situasi individu
ü Mengenal
gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
ü Mengidentifikasi
atau memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi
:
1)
Kaji
ketajaman pengelihatan.
R/
untuk mengetahui ketajaman pengelihatan klien dan sumber pengelihatan menurut
ukuran yang baku.
2)
Dorong
mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan kehilangan
pengelihatan.
R/
sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan
kehilangan pengelihatan sebagian atau total, meskipun kehilangan pengelihatan
telah terjadi tidak dapat diperbaiki meskipun dengan pengobatan kehilangan
lanjut dapat dicegah.
3)
Lakukan
tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasa pengelihatan, contoh :
kurangi kekacauan, atur prabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah
pengelihatan malam.
R/
menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang atau
kehilangan pengelihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.
4)
Kolaborasi
Ø Test adaptasi gelap
R/
untuk mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas dari fungsi pengelihatan
klien.
Ø Pemberian obat sesuai indikasi, pemberian vitamin A
dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000-75.000 IU/kgBB tidak lebih
dari 400.000-500.000 IU.
R/
pemberian vitamin A dosis terapeutik dapat mengatasi gangguan pengelihatan
secara teratur dapat mengembalikan pengelihatan pada mata.
Ø Pengobatan kelainan pada mata:
Stadium
I : tanpa pengobatan
Stadium II : berikan AB
Stadium
III : berikan sulfa atropine 0,5%, tetes
mata
pada anak atau SA 4% pada orang dewasa.
R/
mengembelikan ke fungsi pengelihatan yang beik da mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut.
Dx 3 : Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan
dengan keterbatasan pengelihatan ditandai dengan : mata hitam menjadi keruh,
kusam, keruh keriput, dan timbul bercak yang menganggu pengelihatan.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam cedera tidak terjadi
dengan kriteria hasil klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam
lingkungan.
Intervensi
:
1)
Orientasi
klien dengan lingkungan sekitarnya.
R/
meningkatkan pengenalan terhadap lingkungannya.
2)
Anjurkan
keluarga untuk tidak memberikan mainan kepada klien yang mudah pecah seperti
kaca dan benda-benda tajam.
R/
menghindari pecahnya alat mainan yang dapat mencederai klien atas denda tajam.
3)
Arahkan
semua alat mainan yang dibutuhkan klien pada tempat yang sentral dari pandangan
klien.
R/
memfokuskan lapang pandang dan menghindari cedera.
Dx 4 : Ansietas berhubungan dengan factor fisiologi
perubahan status kesehatan, kemungkinan atau kenyataan kehilangan pengelihatan.
Tujuan
: setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien akan mengungkapkan
bahwa kecemasan sudah berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :
ü
Tampak
rileks den melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi
ü
Menunjukkan
keterampilan pemecahan masalah
ü
Menggunakan
sumber secara efektif
Intervensi
:
1)
Kaji
tingkat ansietas, timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
R/ faktor
ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus
ansietas dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol terapi yang
diberikan.
2)
Berikan
informasi yang akurat dan jujur, diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan
pengbatan dapat mencegah pengelihatan tambahan.
R/
menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan atau harapan yang akan datang
dan berikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3)
Dorong
pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresika perasaan.
R/
memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata, mengkelarifikasi
slah konsepsi dan pemecahan masalah.
4)
Idenrifikasi
sumber atau orang yang menolong.
R/
memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
BAB
4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Akibat kekurangan
vitamin bisa menjadi problem yang besar, apalagi karena vitamin merupakan salah
satu zat yang paling dibutuhkan oleh tubuh manusia. Berbagai vitamin memang
tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh manusia, karena itu perlu asupan dari
makanan dan buah-buahan untuk mendapatkan vitamin tersebut. Vitamin A
dapat diperoleh pada minyak hati ikan, kuning telur, mentega, krim dan margarin
yang telah diperkaya dengan vitamin A. Sedangkan provitamin A dapat diperoleh
dari sayur-sayuran berdaun hijau gelap danbuah-buahan berwarna kuning atau
merah serta minyak kelapa. Kekurangan vitamin A juga dapat menyebabkan
Xefophtalmia dan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR). Maka dari itu
perhatian khusus terhadap asupan vitamin A merupakan hal yang harus di
perhatikan agar tidak terjadi KVA.
4.2 Saran
Agar tidak terjadi
kekurangan vitamin A disarankan diperlukan asupan yang cukup dari makanan dan buah-buahan.
Sehingga resiko Xefophtalmia dan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dapat
diminimalisir ataupun dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. 2008.
Vitamin A lebih dari sekedar mencegah kebutaan. http://klipingut.wordpress.com.
Surif, Bambang. 2008.
Vitamin A untuk berat bayi lahir sangat rendah. http://www.kalbe.co.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar